JAKARTA, SUARAPANCASILA.ID – Hotline pengaduan resmi ‘Lapor Pak Purbaya’ yang baru diluncurkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa langsung dibanjiri keluhan dari pengusaha impor terhadap Bea Cukai.
Dalam pertemuan internal di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jakarta Pusat hari ini, platform WhatsApp di nomor 0822-4040-6600 ini menjadi bukti nyata betapa parahnya praktik birokrasi berbelit yang diduga merugikan pelaku usaha, menghambat alur impor, dan mengancam iklim investasi nasional.
Mayoritas aduan menyoroti penundaan pemeriksaan barang hingga berbulan-bulan, denda sewenang-wenang, serta sikap oknum pegawai yang tidak profesional, mendorong tuntutan reformasi mendesak di lembaga kepabeanan.
Data awal dari Kemenkeu menunjukkan, sejak peluncuran hotline, keluhan terkait Bea Cukai mendominasi laporan masuk, mencerminkan akumulasi frustrasi pengusaha yang telah berlangsung lama.
Hal ini tidak hanya memperlambat distribusi barang impor esensial seperti bahan baku industri, tapi juga menimbulkan kerugian finansial signifikan akibat biaya penyimpanan gudang dan hilangnya peluang pasar.
Menkeu Purbaya langsung menyampaikan aduan-aduan ini kepada Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi, mantan Dirjen Bea Cukai, untuk penanganan cepat, sebagai bagian dari upaya pemerintah meningkatkan ease of doing business dan mendukung target penerimaan negara dari sektor perdagangan.
Salah satu keluhan pertama yang dibacakan Purbaya menggambarkan betapa disruptifnya gangguan ini bagi operasional bisnis. Seorang pengusaha impor yang telah beroperasi selama bertahun-tahun tiba-tiba menghadapi pemeriksaan fisik dan dokumen yang tidak transparan, meski prosedur sebelumnya berjalan lancar.
“Saya pengusaha yang menjalankan importasi barang 1-2 tahun belakangan. Bea Cukai sangat meresahkan; Bea Cukai lagi lu, gimana si lu! Baik pemeriksa fisik maupun pemeriksa dokumen,” kata Purbaya mengutip aduan pengusaha tersebut.
Aduan kedua semakin memperjelas pola masalah sistematis. Pengusaha melaporkan proses pemeriksaan yang molor hingga 34 hari, melebihi standar operasional prosedur (SOP), disertai pengenaan denda tanpa alasan logis. Meski bukti negosiasi dan dokumen lengkap telah diserahkan, impor barang serupa yang rutin dilakukan tetap diganjal, memaksa pelaku usaha menanggung beban ekstra tanpa jalur banding yang efektif.
“Saya dikenakan notul yang berisi denda. Padahal saya tidak under invoicing dan telah melakukan impor barang serupa bertahun-tahun. Ketika diminta alasan, alasannya tidak masuk akal. Misal, meminta bukti negosiasi, padahal bukti-bukti itu sudah disediakan dengan lengkap. Ini terjadi hampir untuk semua kegiatan impor saya, kena denda terus,” lanjut Purbaya membacakan isi keluhan itu.
Reaksi Purbaya tegas, menyebut praktik ini sebagai bentuk ‘diktator’ yang harus segera dibenahi. Ia langsung menuntut penjelasan dari Heru Pambudi, yang dianggap bertanggung jawab atas legacy kepemimpinannya di Bea Cukai.
“Ini namanya diktator. Kan lu juga orang Bea Cukai (Heru), lu coba jelasin, ini kan murid lu semua kenapa bisa begini. Coba jelasin,” tegas Purbaya.
Heru merespons dengan komitmen tindakan cepat, termasuk pemeriksaan ulang Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan penegakan SOP ketat.
“Ini langsung nanti PIB-nya kita cek, ini nanti SOP-nya sudah lewat, mestinya ini langsung diputus, SOP pemeriksaannya nggak selama ini,” janjinya.
Fenomena ini menyoroti isu lebih luas di Bea Cukai, di mana pengusaha impor kerap menjadi korban birokrasi yang tidak efisien, berpotensi menurunkan daya saing Indonesia di pasar global. Hotline ‘Lapor Pak Purbaya’ dirancang sebagai mekanisme pengawasan langsung, dengan tim penyortir didominasi dari Direktorat Jenderal Pajak untuk menghindari bias.
Purbaya bahkan bercanda soal dominasi aduan Bea Cukai: “Yang nyortir pasti orang pajak, karena pengadu cuma 2. Bea Cukai dan orang pajak. Kenapa Bea Cukai semua yang diaduin? Apa iya orang pajak suci-suci? Rasanya, sih, enggak.”
Untuk menjaga kepercayaan publik, akses grup WhatsApp internal dilarang bagi pegawai Bea Cukai dan Pajak guna mencegah kebocoran.
“Jadi nanti WA Group itu nggak ada orang Bea Cukai atau Pajak yang bisa akses ya. Kalau ketahuan lu awas lu, bocor. Nanti ketika bocor nggak ada yang berani lapor lagi, selesai,” peringat Purbaya.
Dengan keluhan yang terus menumpuk, inisiatif ini diharapkan memicu audit menyeluruh dan perbaikan prosedur impor, membantu pengusaha menghindari kerugian hingga miliaran rupiah per kasus. Kemenkeu menegaskan, reformasi ini krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama di tengah fluktuasi perdagangan internasional.
Pengusaha diimbau terus memanfaatkan hotline untuk melaporkan penyimpangan, sementara pemerintah berkomitmen pada transparansi dan akuntabilitas di sektor kepabeanan.