Musirawas – Suarapancasila.id – Bupati Musirawas dengan 25 perusahaan yang melaksanakan perjanjian kesepahaman atau MOU yang beroperasi di wilayah kabupaten Musirawas tersebut menuai sorotan tajam dari H. Saparudin Yassa, seorang aktivis yang dikenal vokal dalam mengkritisi kebijakan publik.
Dalam wawancara eksklusif bersama Suarapancasila.id – pada Sabtu (13/12/2025) di kediamannya, H. Saparudin Yassa menyampaikan keprihatinannya terhadap isi dan proses MoU tersebut. Ia mengaku telah membaca salah satu pemberitaan media yang mengangkat berita tentang kesepakatan atau MOU yang berlangsung di Hotel Grand Zuri, Kota Lubuklinggau, pada 12 Desember 2025.
“Kalau tidak keliru, dari telaah saya, MOU itu merupakan bentuk kerja sama dalam konteks Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan. Jika benar demikian, maka patut dipertanyakan keberpihakannya terhadap rakyat,” ujar Saparudin.
Ia menyoroti bahwa dalam beberapa bulan terakhir, DPRD Musirawas telah mengajukan hak inisiatif untuk merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Menurutnya, revisi ini sangat penting karena Perda yang ada saat ini belum mengatur secara jelas mengenai besaran kewajiban perusahaan dalam bentuk CSR.
“Selama ini, tidak ada pasal yang secara eksplisit menyebutkan angka atau persentase kewajiban perusahaan. Padahal, ini penting agar ada kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya peninjauan terhadap alokasi prioritas dana CSR, terutama untuk masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas perusahaan, khususnya yang tinggal di desa atau kelurahan terdekat. Ia juga menyoroti perlunya pengaturan yang lebih rinci mengenai tata kelola forum CSR, pertanggungjawaban, serta mekanisme pengawasan.
“Dalam konteks CSR ini, DPRD Musirawas patut didukung oleh masyarakat karena langkah mereka jelas untuk menegakkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Tujuannya agar CSR tepat sasaran dan pengelolaan keuangannya bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
Saparudin juga mengkritik kurangnya transparansi dalam pelaksanaan MOU antara Bupati dan perusahaan. Ia mengaku belum pernah melihat secara terbuka isi MOU tersebut, termasuk program, tujuan, serta besaran dana yang terlibat.
Sebagai penutup, ia menyampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, agar DPRD Musi Rawas tetap melanjutkan agenda revisi Perda No. 1 Tahun 2019 yang saat ini sedang digodok oleh Bapemperda. Kedua, ia mengimbau Bupati Musirawas untuk mendukung dan mengesahkan Perda tersebut sebagai bentuk komitmen terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa. Ketiga, ia mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turut mengawal pelaksanaan CSR di Musi Rawas, termasuk melakukan audit terhadap pengelolaan dana CSR dalam beberapa tahun terakhir.
“Sudah saatnya CSR benar-benar menjadi instrumen pembangunan yang berpihak pada rakyat, bukan hanya sekadar formalitas dalam bentuk MOU yang tidak transparan,” pungkasnya.










