APBD Purwakarta Naik Jadi Rp. 2,7 T di Tengah Lemahnya PAD, DPRD Dituding Abaikan Etika Politik

Foto: Gedung DPRD Kabupaten Purwakarta.

KAB PURWAKARTA (JABAR), SUARAPANCASILA.ID – Rencana kenaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Purwakarta menjadi Rp. 2,7 triliun pada Perubahan APBD 2025 mendapat sorotan tajam. Pengamat Kebijakan Publik di Purwakarta, Agus Yasin menyebut kenaikan ini tidak didukung oleh kekuatan fiskal daerah dan justru berisiko menimbulkan instabilitas tata kelola anggaran.

Menurut Kang Agus Yasin, berdasarkan evaluasi internal, Indeks Daya Saing Sistem Keuangan Daerah Purwakarta hanya mencapai 1,71 %, angka yang menandakan lemahnya kapasitas pembiayaan daerah secara mandiri.

Bacaan Lainnya

“Dengan sistem keuangan yang sedang rapuh, menaikkan APBD ke Rp. 2,7 triliun bukan keputusan logis, tapi spekulatif,” ujarnya, kepada awak media, belum lama ini.

Saat ini realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Purwakarta diperkirakan hanya sekitar Rp. 550 miliar, dari target Rp. 700 miliar. Rasio PAD terhadap total APBD masih sekitar 20 %, jauh dari kategori sehat.

“Jika tidak ada terobosan struktural dari Bapenda, maka menaikkan APBD hanya akan memperbesar ketergantungan pada dana pusat,” tambah Kang Agus.

Dengan kenaikan APBD, otomatis pagu kelembagaan DPRD meningkat. Berdasarkan ketentuan, DPRD mendapat alokasi minimal 3% dari APBD, artinya anggaran DPRD bisa mencapai Rp. 81 miliar. “Kenaikan APBD memberi efek langsung ke pagu DPRD. Di sinilah potensi konflik kepentingannya,” kata Agus.

Paripurna Tanpa Rapat Gabungan Komisi: Cacat Formil?

Lebih lanjut, Agus Yasin menyoroti bahwa paripurna pengesahan APBD Perubahan dilakukan tanpa rapat gabungan komisi sebelumnya, yang merupakan prosedur formal dalam tata tertib DPRD.

“Ini pelanggaran etik dan prosedural. Keputusan paripurna bisa cacat formil. Bahkan bisa digugat secara hukum,” tegasnya.

Agus Yasin juga mengingatkan bahwa perubahan APBD harus berpijak pada realitas fiskal, rasionalitas teknokratik, dan etika kelembagaan. “APBD bukan alat tawar politik, tapi cermin keberpihakan dan tata kelola. Tanpa PAD yang kuat dan prosedur yang benar, ini bukan kemajuan, tapi jebakan fiskal,” ujarnya.

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *