APBN Kita Tak Kunjung Rilis, Ekonom Waswas Ada Kemunduran Transparansi Anggaran

SUARAPANCASILA.ID – Kementerian Keuangan absen memberikan laporan kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada Februari 2025. Dokumen APBN Kita Edisi Januari 2025 belum dirilis melalui laman resmi Kemenkeu hingga memasuki Maret.

Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Rendy Manile menyayangkan adanya keterbatasan informasi kinerja APBN ini. “Padahal selama ini kita tahu Kementerian Keuangan merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang sangat terbuka dalam melakukan atau menyebarluaskan informasi terkait pengelolaan APBN,” kata Rendy kepada Katadata.co.id, Jumat (7/3).

Menurut dia, Kementerian Keuangan sebaiknya kembali merilis APBN Kita yang merupakan upaya menyebarluaskan informasi dan proses transparansi dari pengelolaan APBN. Transparansi merupakan salah satu pilar utama dalam demokrasi dan wujud suatu institusi dalam menjalankan prinsip tata kelola yang baik.

Bacaan Lainnya

“Jadi tentu dengan ada yang transparansi masyarakat kemudian bisa menilai sebuah program ataupun kebijakan yang akan dijalankan oleh sebuah institusi,” kata Yusuf.

Dampak Kurangnya Transparansi terhadap Ekonomi dan Pasar
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengungkapkan, kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN bisa berdampak serius bagi ekonomi nasional.

Hidayat mengatakan, investor, pelaku pasar, hingga lembaga keuangan internasional sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara.

“Jika laporan APBN Kita terus tertunda, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu, yang pada akhirnya dapat memicu berbagai dampak negatif,” kata Hidayat.

Salah satu dampak utama adalah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Hidayat mengatakan, investor yang tidak mendapatkan kepastian mengenai kondisi fiskal negara cenderung bersikap lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya.

“Hal ini bisa menyebabkan aliran modal keluar yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam jangka panjang, melemahnya rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan,” ujar Hidayat.

Selain itu, penundaan rilis APBN Kita juga dapat berpengaruh terhadap pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sangat bergantung pada persepsi investor terhadap kesehatan fiskal pemerintah.

Hidayat menjelaskan, jika investor mulai meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun. “Yang pada akhirnya meningkatkan yield atau imbal hasil obligasi. Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran,” kata Hidayat.

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *