Cerita Bos BPJS Kesehatan Ditanya Jokowi 2 Kali soal Kenaikan Iuran

Jakarta – Kabar kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencuat di tengah kekhawatiran menipisnya surplus BPJS Kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti bercerita Presiden Joko Widodo sempat menanyakan soal kemungkinan diperlukannya kenaikan iuran BPJS, bahkan hingga dua kali.
“Ini Pak Jokowi sebagai contoh sudah nanya kepada saya, ‘Sudah siap atau perlu dinaikkan nggak?’. Ya saya jawab, ‘kalau dinaikkan yang lebih bagus’. Ini dia nanya dua kali, di Jawa Tengah dan Tebing Tinggi, Sumatera,” beber Prof Ghufron saat ditemui di Nusa Dua, Bali, baru-baru ini.

Prof Ghufron menyebut kenaikan iuran sebetulnya bisa mendorong berbagai aspek perbaikan layanan kesehatan secara signifikan di masa mendatang.

“Yang jelas BPJS lebih senang kalau iuran naik. Kenapa? Bisa terhindar dari defisit, bisa bayar rumah sakit, kualitasnya lebih meningkat lagi,” lanjutnya.

Bacaan Lainnya

Namun, kebijakan kenaikan iuran ini tentu perlu diperhitungkan lebih jauh. Terlebih, konsep utama asuransi sosial BPJS Kesehatan adalah berbasis asas gotong royong.

Ia menekankan banyak masyarakat yang memang belum mampu membayar iuran secara mandiri. “Kita juga paham, kemampuan masyarakat terbatas. Jadi memang yang kaya itu harusnya bayar iuran lebih banyak, di tempat kita masih ya belum terlalu begitu. Ada tapi belum proporsional,” beber Prof Ghufron.

Meski begitu, di satu sisi, kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan satu-satunya jalan untuk mengatasi risiko potensi defisit berjalan. Berbagai strategi bisa dilakukan termasuk upaya cost sharing.

“Kita punya banyak cara. Ilmu saya belum dikeluarkan (semua). Kenaikan iuran bukan satu-satunya strategi, cuma kalau iuran dinaikkan ya kita senang,” tandasnya.

“Jadi kita cari solusi yang pas,” beber dia.

BPJS Kesehatan Bicara Kemungkinan Iuran Naik
Besaran klaim BPJS Kesehatan di satu tahun terakhir juga terpantau meningkat. Menurutnya, hal ini dilatarbelakangi peningkatan pengguna BPJS Kesehatan di masyarakat.

“Kepercayaan masyarakat yang meningkat tajam, masyarakat yang dulu tidak mau pakai, sekarang pakai,” lanjut dia.

“Tahun ini ada tambahan 45 triliun. Tambahan saja 45 triliun belum yang dibayarkan,” sambungnya.

Besaran klaim di 2022 sebanyak Rp 113.472.538, sementara di 2023 meningkat menjadi Rp 158.852.391.

Soal strategi lain, Prof Ghufron juga menyinggung kebijakan banyak negara yang melakukan cost sharing.

Prof Ghufron menyebut diperlukan solusi yang ideal untuk menjawab risiko defisit berjalan. Namun, hal ini juga memerlukan pertimbangan lebih lanjut dari kesiapan masyarakat terkait besarannya.

“Warga Indonesia yang nunggak kan kena denda saja, langsung teriak-teriak,” katanya.

Naf/naf

 

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *