KAB BREBES (JATENG) SUARAPANCASILA.ID – Di sebuah desa yang tenang, seorang ibu berdiri di depan rumah sederhana, menatap anaknya mengenakan jaket kampus untuk pertama kalinya. Bukan jaket mahal, bukan simbol universitas ternama, tapi kain polos yang menyimpan harapan. Harapan bahwa anaknya tak harus putus sekolah, bekerja serabutan, dan menua dalam keterbatasan.
Momen itu menjadi simbol arah baru yang ditempuh Kabupaten Brebes. Lewat program “Brebes Beres!” dan inisiatif “Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana,” pemerintah daerah mulai menjawab ketimpangan dengan langkah konkret. Dalam enam bulan, jumlah penduduk miskin berhasil ditekan sebanyak 25.990 jiwa, dari 283.280 orang (Maret 2024) menjadi 257.290 orang (Maret 2025). Penurunan ini terjadi meski garis kemiskinan nasional justru naik, menandakan bahwa dampak program benar-benar dirasakan di akar rumput.
Pendidikan menjadi titik masuk utama. Sebanyak 415 anak putus sekolah kembali belajar, 480 warga dewasa mendapat kesempatan kedua, dan 480 mahasiswa dari keluarga miskin berhasil melanjutkan kuliah lewat beasiswa. Pemerintah tak hanya memperbaiki akses, tapi juga kualitas: 124 sekolah dasar dan menengah direnovasi, dan 25 sekolah mendapat alat praktik baru. Program ini bukan sekadar bantuan biaya, tapi strategi pemutus rantai kemiskinan struktural. Satu sarjana di tiap keluarga miskin diharapkan menjadi pintu keluar dari keterbatasan, sekaligus inspirasi bagi lingkungan sekitarnya.
Dampak pendidikan mulai terasa di sektor ketenagakerjaan. Pada 2024, Brebes mencatat 1,15 juta angkatan kerja, dengan 1,05 juta sudah bekerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) saat itu berada di angka 8,35%, tertinggi di Jawa Tengah. Setahun kemudian, arah mulai bergeser. Angkatan kerja naik menjadi 1,17 juta orang, jumlah pekerja meningkat menjadi 1,075 juta, dan TPT turun menjadi 8,12%. Pengangguran laki-laki berhasil ditekan menjadi 59.000 orang, meski pengangguran perempuan sedikit naik menjadi 35.840 orang. Mayoritas tenaga kerja masih berada di sektor informal, namun tren positif mulai terbentuk. Ini menandakan pijakan baru yang bisa diperkuat lewat pendidikan dan investasi.
Masuknya investasi memperkuat arah perubahan. Pabrik tekstil PT Xinhai Knitting senilai Rp675 miliar tengah dibangun dan ditargetkan menyerap 6.000 tenaga kerja. Sementara itu, 750 warga Brebes sudah lebih dulu bekerja di perusahaan besar seperti PT Osaga Mas Utama dan PT SMJ. Ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan mulai berbuah peluang kerja nyata, dan partisipasi tenaga kerja lokal mulai meningkat.
“Hari ini saya menerima kunjungan pemilik salah satu pabrik di Brebes, PT Gold Emperor yang menyatakan komitmennya mendukung pembangunan daerah. Kami juga berdiskusi dengan BPS terkait penguatan data pembangunan, serta bersilaturahmi dengan pengurus BKSG Kabupaten Brebes. Seluruh pertemuan ini menjadi bagian dari ikhtiar bersama menjaga sinergi, memperkuat kebersamaan, dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat Brebes tercinta,” kata Bupati Paramitha, Rabu (10/9/2025).
Untuk mendukung mobilitas dan distribusi ekonomi, pembangunan infrastruktur dikebut. Dalam enam bulan, 145 ruas jalan diperbaiki dengan total panjang 25,11 kilometer, 66 saluran drainase dinormalisasi, 27 irigasi direhabilitasi, 22 tanggul sungai diperkuat, 55 saluran sungai direstorasi, dan 33 jembatan diperbaiki. Infrastruktur ini bukan sekadar beton dan aspal, tapi sarana untuk mempercepat aktivitas warga, memperlancar distribusi hasil pertanian, dan membuka akses ke pusat ekonomi.
Pemenuhan kebutuhan dasar juga menjadi prioritas. Program SPAM memperluas akses air bersih ke 1.353 rumah tangga, 65 rumah tidak layak huni direnovasi, 41 unit rumah baru dibangun, dan 676 rumah mendapat jamban sehat. Pembangunan menyentuh langsung kebutuhan paling mendasar: air, tempat tinggal, dan sanitasi. Ini memastikan bahwa pembangunan tak hanya bicara soal gedung megah, tapi juga soal martabat hidup warga.
Di sektor kesehatan, pelayanan jemput bola menjangkau 203.604 jiwa, 79.859 warga terlindungi lewat Jamkesda, dan 2.000 ibu hamil mendapat layanan gratis. Ketika tanah bergerak mengguncang Sirampog, respons cepat diberikan, memastikan warga terdampak mendapat perawatan dan bantuan darurat. Pemerintah hadir bukan hanya dalam data, tapi dalam situasi krisis yang nyata.
Bidang sosial pun diperkuat. Sebanyak 2.394 jiwa menerima bantuan, 2.000 keluarga berhasil graduasi dari Program Keluarga Harapan (PKH), dan 130 hunian sementara dibangun untuk korban bencana. Pemerintah juga menangani cepat kasus anak terlantar yang sempat viral, menunjukkan kepekaan dalam situasi darurat dan komitmen terhadap perlindungan sosial.
Ketenteraman masyarakat juga dijaga lewat 34 kegiatan pembinaan organisasi masyarakat dan 26 kegiatan kewaspadaan dini yang melibatkan langsung warga. Tujuannya jelas: menjaga stabilitas sosial dan mencegah konflik sejak dini, agar pembangunan berjalan tanpa gangguan.
Kerja lintas sektor ini mulai berbuah prestasi. Brebes meraih predikat Kabupaten Layak Anak tingkat Nindya dari Kementerian PPPA, Satpol PP Brebes juara I penegakan Perda se-Jawa Tengah, RSUD Brebes mendapat penghargaan pelayanan publik PEKPP dari Kementerian PANRB, dan Perumda Tirta Baribis masuk jajaran Top BUMD. Bupati Paramitha Widya Kusuma pun diganjar Detik Award sebagai Tokoh Perempuan Akselerator Kesejahteraan Rakyat bidang pendidikan.
Semua pencapaian ini bukan hanya soal penghargaan, tapi mencerminkan dampak nyata yang dirasakan masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperkuat gambaran tersebut. Jumlah penduduk miskin turun dari 283.280 menjadi 257.290 jiwa, artinya ada penurunan signifikan sebanyak 25.990 jiwa. Persentase kemiskinan (P0) menyusut dari 15,60% menjadi 14,15%. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) turun dari 2,50 ke 2,20, dan keparahan kemiskinan (P2) ikut merosot dari 0,55 ke 0,50.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan bahwa perubahan sudah mulai menyentuh kehidupan nyata, yaitu di meja makan, di ruang keluarga, dan di masa depan anak-anak Brebes. Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapperida) Kabupaten Brebes, Apriyanto, menyampaikan bahwa target penurunan kemiskinan akan terus dikejar secara terukur dan berkelanjutan.
“Fokus kami adalah pemberdayaan ekonomi perempuan, akses modal usaha tani, dan peningkatan layanan dasar. Kami menargetkan angka kemiskinan di Brebes tahun 2026 bisa turun lebih signifikan, minimal di bawah 14 persen,” ujar Apriyanto.
Ia menambahkan bahwa pengentasan kemiskinan bukan hanya soal angka, tetapi soal perubahan nyata di kehidupan warga. “Yang terpenting, masyarakat Brebes merasakan langsung manfaat program pemerintah. Kami ingin perubahan ini terasa di dapur, di sekolah, dan di layanan kesehatan,” katanya.
Brebes optimis tren positif ini akan berlanjut, dengan gotong royong dan kolaborasi lintas sektor sebagai kunci utama peningkatan kesejahteraan. “Kami percaya tren positif ini bisa berlanjut jika seluruh elemen bergerak bersama. Kolaborasi adalah kunci untuk memastikan Brebes makin sejahtera,” pungkasnya.
Brebes kini melangkah dari ketimpangan menuju keberpihakan. Dari pembangunan yang dulu dianggap elitis, kini benar-benar menyentuh rakyat kecil. Dan dari harapan yang dulu samar, kini mulai menjelma dalam bentuk jaket kampus, rumah layak, air bersih, dan peluang kerja yang nyata.










