PURWAKARTA (JABAR), SUARAPANCASILA.ID – Kabupaten Purwakarta tengah menghadapi tantangan fiskal serius, dan sorotan kini tertuju pada alokasi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN yang dianggap membebani APBD. Pengamat Kebijakan Publik, Agus M. Yasin, mempertanyakan keberanian DPRD Purwakarta untuk melakukan koreksi terhadap skema TPP yang dinilai tidak sebanding dengan kualitas pelayanan publik.
“Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai keberanian DPRD Purwakarta dalam mengambil langkah korektif. Apakah mereka akan membiarkan APBD terus menerus ‘tersandera’ oleh belanja birokrasi?” ujar Agus Yasin kepada awak media, Kamis, 27 November 2025.
Agus Yasin menjelaskan bahwa DPRD, sebagai institusi yang memiliki fungsi anggaran dan pengawasan, memiliki posisi strategis dan tanggung jawab moral untuk memastikan APBD digunakan secara efisien dan proporsional.
“Berdasarkan UU 23/2014, DPRD tidak hanya berwenang menolak, merevisi, atau menyesuaikan kebutuhan anggaran, tetapi juga berkewajiban mengoreksi jika belanja pegawai sudah melampaui batas kewajaran,” tegasnya.
Kritik publik saat ini menyoroti bahwa besaran TPP tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Sementara itu, alokasi anggaran untuk sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, perbaikan infrastruktur, dan penanganan kemiskinan seringkali terbatas. Ketimpangan ini menjadi dasar kuat bagi DPRD untuk segera mendorong evaluasi menyeluruh terhadap skema TPP yang berlaku.
“Landasan hukumnya jelas. PP 12/2019 memberikan ruang penyesuaian belanja pegawai ketika kemampuan fiskal daerah melemah. Sementara PP 11/2017 jo. PP 17/2020 mengatur bahwa TPP bukanlah hak absolut, melainkan tunjangan berbasis beban kerja, prestasi, dan kemampuan keuangan daerah,” papar Agus Yasin.
Dengan demikian, menurutnya, penurunan TPP adalah langkah yang sah dan legal, serta sepenuhnya berada dalam batas kewenangan pemerintah daerah dan DPRD.
Agus Yasin menambahkan bahwa krisis fiskal seharusnya menjadi momentum bagi DPRD untuk menunjukkan keberpihakan pada kepentingan publik. Keberanian dalam mengambil keputusan yang mungkin tidak populer, seperti meninjau ulang dan menurunkan TPP, akan menjadi penentu apakah DPRD benar-benar berfungsi sebagai representasi rakyat atau hanya menjadi penonton dalam kebijakan yang merugikan masa depan daerah.
“Publik menantikan tindakan nyata, bukan sekadar retorika. DPRD Purwakarta harus menunjukkan integritas dan keberanian politik dengan menghentikan pemborosan dan mengembalikan orientasi APBD pada kebutuhan masyarakat. Ini adalah penegasan bahwa kepentingan rakyat jauh lebih penting daripada menjaga kenyamanan birokrasi,” tegasnya.
“Inilah saatnya DPRD Purwakarta berdiri tegak dan mengambil keputusan sulit, yaitu menurunkan TPP demi keberlanjutan fiskal dan peningkatan kualitas layanan publik. Jika tidak sekarang, kapan lagi?” pungkas Agus Yasin.***










