INTERNASIONAL,SUARAPANCASILA.ID-Di antara negara-negara anggota BRICS, India tergolong unik terkait kedekatannya dengan Amerika Serikat. Kondisi itu berubah lekas menyusul memanasnya perang tarif antara kedua negara belakangan.
Presiden AS Donald Trump pada 6 Agustus lalu mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen pada barang-barang India sebagai hukuman atas pembelian minyak Rusia oleh Delhi, yang menurutnya berarti negara tersebut mendanai invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini meningkatkan total bea ekspor India menjadi 50 persen, salah satu yang tertinggi dibandingkan mitra dagang AS mana pun.
Hal ini kontras dengan kondisi pada enam bulan lalu. Kala itu Trump dan Perdana Menteri India Narendra Modi saling berpelukan dan menggambarkan satu sama lain sebagai teman dekat.
Modi belakangan mulai melakukan perlawanan. Dia mengatakan pada Kamis bahwa negaranya siap untuk mendukung para petaninya dengan cara apa pun, tanpa mengacu pada perselisihan dengan AS mengenai pembukaan sektor pertanian dan susu untuk menurunkan tarif Trump.
“India tidak akan pernah berkompromi demi kepentingan para petani, peternak, dan nelayannya,” katanya di sebuah acara publik dilansir Reuters. “Dan saya sepenuhnya sadar bahwa saya mungkin harus membayar harga yang sangat mahal secara pribadi, tapi saya siap untuk itu.”
Dalam tanda-tanda penolakan lainnya terhadap Trump, Modi berencana mengunjungi China dalam beberapa pekan mendatang dan kemungkinan akan bertemu dengan Presiden Xi Jinping serta Vladimir Putin dari Rusia, yang menunjukkan potensi penataan kembali hubungan.
Modi juga berbicara dengan Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva pada Kamis untuk membahas tarif. Kedua negara tersebut, yang merupakan anggota pendiri blok BRICS yang dikritik Trump, adalah dua negara yang paling terkena dampak pungutan AS. Rusia, China, dan Afrika Selatan adalah anggota pendiri lainnya.
Langkah India ini bakal jadi dinamika yang signifikan. Selama ini, India jadi satu-satunya pembela AS di BRICS. Contohnya, India tak mendukung gerakan satu mata uang BRICS yang bertujuan menggoyang dominasi dolar AS. Sikap India, partisipasi apapun dalam pengaturan perdagangan mata uang lokal hanya bertujuan untuk mengurangi risiko
Namun, kesetiaan India itu tak dibalas AS. Pada Juli, Trump mengancam bakal mengenakan tarif baru terhadap India atas partisipasinya dalam forum BRICS di Brasil. Trump mengatakan bahwa India dapat menghadapi tarif tambahan sebesar 10 persen bersama dengan anggota BRICS lainnya saat ia hampir menyelesaikan perjanjian perdagangan yang diharapkan New Delhi akan memberikan keringanan tarif timbal balik sebesar 26 persen.
Konflik terkini menggenapi gesekan AS dengan negara-negara pendiri BRICS. Dengan China, AS terlibat sengketa dagang, posisi Taiwan, dan klaim Laut Cina Selatan. Dengan Rusia, AS terlibat sengkarut penyerangan ke Ukraina. AS juga bergesekan dengan Afrika Selatan tetrkait upaya negara itu menyeret Israel ke Mahkamah Internasional. Sedangkan Trump juga mencoba memenaruhi proses hukum terhadap sohibnya mantan presiden Brasil Jair Bolsonaro yang tengah disidang atas perkara makar oleh pemerintahan Presiden Lula.
Modi tetap menjadi kepala pemerintahan paling populer di dunia, dengan tingkat persetujuan melebihi 75 persen, menurut perusahaan intelijen data Morning Consult. Namun, bahkan basis inti nasionalis Hindu pun merasa gelisah dengan gencatan senjata yang mengejutkan dengan Pakistan yang mayoritas penduduknya Muslim pada bulan Mei, menyusul konfrontasi militer paling intens antara dua musuh lama tersebut dalam beberapa dekade. Trump mengeklaim ia yang memaksakan gencatan tersebut.
New Delhi juga telah menunda rencananya untuk membeli senjata dan pesawat baru dari Amerika, menurut tiga pejabat India yang mengetahui masalah tersebut. India berencana mengirim Menteri Pertahanan Rajnath Singh ke Washington dalam beberapa minggu mendatang untuk mengumumkan beberapa pembelian tersebut, namun perjalanan tersebut telah dibatalkan.
Pejabat lain mengatakan bahwa instruksi tertulis belum diberikan untuk menghentikan pembelian tersebut, yang menunjukkan bahwa Delhi mempunyai pilihan untuk segera membalikkan arah, meskipun “tidak ada pergerakan maju setidaknya untuk saat ini.”
Pasca publikasi artikel Reuters ini, pemerintah India mengeluarkan pernyataan yang dikaitkan dengan sumber Kementerian Pertahanan yang menggambarkan laporan berita tentang jeda pembicaraan sebagai “salah dan dibuat-buat.” Pernyataan itu juga mengatakan pengadaan berjalan sesuai “prosedur yang berjalan.”
Modi tetap menjadi kepala pemerintahan paling populer di dunia, dengan tingkat persetujuan melebihi 75 persen, menurut perusahaan intelijen data Morning Consult. Namun, bahkan basis inti nasionalis Hindu pun merasa gelisah dengan gencatan senjata yang mengejutkan dengan Pakistan yang mayoritas penduduknya Muslim pada bulan Mei, menyusul konfrontasi militer paling intens antara dua musuh lama tersebut dalam beberapa dekade. Trump mengeklaim ia yang memaksakan gencatan tersebut.
New Delhi juga telah menunda rencananya untuk membeli senjata dan pesawat baru dari Amerika, menurut tiga pejabat India yang mengetahui masalah tersebut. India berencana mengirim Menteri Pertahanan Rajnath Singh ke Washington dalam beberapa minggu mendatang untuk mengumumkan beberapa pembelian tersebut, namun perjalanan tersebut telah dibatalkan.
Pejabat lain mengatakan bahwa instruksi tertulis belum diberikan untuk menghentikan pembelian tersebut, yang menunjukkan bahwa Delhi mempunyai pilihan untuk segera membalikkan arah, meskipun “tidak ada pergerakan maju setidaknya untuk saat ini.”
Pasca publikasi artikel Reuters tersebut, pemerintah India mengeluarkan pernyataan yang dikaitkan dengan sumber Kementerian Pertahanan yang menggambarkan laporan berita tentang jeda pembicaraan sebagai “salah dan dibuat-buat.” Pernyataan itu juga mengatakan pengadaan berjalan sesuai “prosedur yang berjalan.”
Sumber : MSN