Duka Sumatra Menggema, Pemkab Tangerang Malah Adakan Pesta Desa Awards 2025

KAB TANGERANG (BANTEN) SUARAPANCASILA.ID – Apa yang sebenarnya terjadi? Saat masyarakat Sumatra masih mengevakuasi puing kehidupan mereka akibat bencana, Pemerintah Kabupaten Tangerang justru menggelar Desa Awards 2025 di hotel berbintang. Kejadian inilah yang memunculkan dugaan kuat bahwa pemerintah daerah sedang keliru membaca urgensi kemanusiaan nasional.

Acara ini digelar berdasarkan surat Bupati Tangerang bernomor B/400.10.2/11820/XI-DPMPD/2025, yang berisi undangan resmi ke hampir seluruh jajaran strategis Pemkab. Lokasi yang dipilih: Yasmin Hotel Karawaci, tempat yang dikenal berkelas dan bukan venue murah meriah.

Para pemerhati kebijakan mempertanyakan mengapa kegiatan berskala besar itu harus dilakukan di tengah suasana bangsa yang sedang dirundung duka. Pertanyaan publik muncul karena ada dugaan bahwa kegiatan ini tidak mendesak untuk dilaksanakan pada momen genting tersebut.

Bacaan Lainnya

Selain timing yang janggal, publik juga mencium dugaan pemborosan, mulai dari sewa ballroom, konsumsi premium, hingga potensi penggunaan vendor berbiaya tinggi. Semua ini menimbulkan tanda tanya: apakah acara ini benar-benar prioritas?

Lebih ironis lagi, Kabupaten Tangerang memiliki banyak gedung pemerintah yang layak dijadikan lokasi kegiatan. Namun keputusan menggunakan hotel berbintang memunculkan dugaan adanya preferensi tertentu yang sulit dijelaskan secara logis kepada masyarakat.

Di sisi lain, warga Sumatra masih berkutat dengan tenda pengungsian, kekurangan logistik, dan trauma. Sementara itu, di bagian lain negeri, aparat pemerintahan diduga menikmati pendingin hotel, karpet lembut, dan panggung penghargaan. Kontras inilah yang dianggap publik sebagai bentuk ketimpangan rasa empati.

Banyak aktivis menilai bahwa pejabat perlu berhati-hati saat bangsa sedang bersedih. Menggelar acara mewah pada momen seperti ini dinilai sebagai langkah yang kurang sensitif dan membangkitkan dugaan bahwa pejabat lebih mengutamakan pencitraan dibanding solidaritas.

Skala undangan yang begitu besar mulai dari seluruh kepala dinas, aparat penegak hukum, camat, kepala desa, hingga pimpinan perbankan juga menimbulkan dugaan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremoni internal. Ada kesan kuat bahwa acara ini membutuhkan anggaran besar yang patut dipertanyakan transparansinya.

Aktivis senior Kabupaten Tangerang dan Humas YLPK PERARI, Erwin Syah, melontarkan kritik tajam. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini dinilai tidak peka terhadap situasi nasional: “Di Sumatra rakyat masih berjuang menyelamatkan nyawa, sementara di sini ada dugaan pejabat malah berbondong-bondong menuju hotel mewah. Empati itu seharusnya tidak hilang hanya karena panggung penghargaan.”

Erwin menambahkan bahwa YLPK PERARI mendorong agar penggunaan anggaran dalam kegiatan ini dibuka secara transparan: “Kami tidak anti penghargaan. Tapi kalau menggunakan uang negara, masyarakat berhak tahu. Apalagi ada dugaan ketidaktepatan momentum dan skala kegiatan yang terlalu glamor.”

Dari aspek tata kelola, masyarakat menuntut klarifikasi yang konkret: berapa anggaran yang digunakan? mengapa harus di hotel? siapa vendor kegiatan? apakah ada alternatif lain yang lebih hemat? Pertanyaan seperti ini penting karena menyangkut asas efisiensi yang wajib dipegang pemerintah.

Situasi ini memperlihatkan betapa pentingnya pejabat daerah menjaga sensitivitas sosial. Ketika negara sedang fokus membantu korban bencana, pejabat tidak semestinya menampilkan kemewahan yang dapat memunculkan dugaan adanya jarak antara birokrasi dan realitas rakyat.

Desa Awards memang program tahunan, tetapi tahun ini publik menilai waktunya tidak tepat dan kemasannya terlalu mewah. Pemerintah Kabupaten Tangerang perlu memberikan jawaban terbuka, lengkap, dan bertanggung jawab agar tidak menambah panjang daftar dugaan ketidaktepatan kebijakan di mata publik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *