Efisiensi Anggaran Tembus Rp750 T, Rakyat Indonesia Bakal Lebih Relijius

SUARAPANCASILA.ID – Rencana Efisiensi anggaran Pemerintah sepertinya tak akan berhenti di angka Rp306,69 triliun.

Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di HUT Gerindra ke 17, seperti yang saya saksikan lewat channel Youtube Kompas.com, Sabtu (15/02/2025), menyatakan bahwa penghematan anggaran yang telah berjalan sejak Januari akan dilakukan bertahap hingga mencapai total Rp750 triliun.

Penghematan tahap pertama, senilai Rp300 triliun, sedang berlangsung, melalui efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah seperti yang tertuang dalam Intruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Bacaan Lainnya

Tahap kedua rencana efisiensi anggaran diproyeksikan mencapai Rp308 triliun. Selanjutnya, dividen BUMN tahun ini diperkirakan mencapai Rp300 triliun akan masuk line up penghematan Pemerintah.

Namun, Rp100 triliun dari dividen tersebut akan dikembalikan ke BUMN seperti laba yang ditahan, untuk pengembangan di perusahaan pelat merah itu sendiri.

Sebagian hasil penghematan, dananya bakal digunakan untuk membiayai program signature-nya, Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan nilai mencapai 24 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) yang setara dengan Rp384 triliun.

Sebagian lainnya, sekitar 20 miliar Dolar AS atau Rp320 triliun, akan diputar kembali melalui skema investasi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias BPI Danantara, yang rencananya akan diluncurkan pada 24 Februari 2025.

Selain, tahapan yang sudah mulai berjalan, tahapan kedua efisiensi anggaran belum disampaikan waktu pelaksanaan pastinya.

Tujuan dan Dampak Efisiensi Anggaran

Efisiensi anggaran yang dilakukan ini secara umum, bertujuan mulia yakni untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara keseluruhan, walaupun dalam pelaksanaannya akan menjadi semacam pil pahit dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang diharapkan menghasilkan sesuatu yang manis dirasakan, bitter sweet.

Efisiensi anggaran, dalam konteks ekonomi nasional, bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan setiap rupiah yang dikeluarkan. Tujuannya adalah mengurangi pemborosan dan memastikan bahwa anggaran memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Dengan anggaran yang efisien, harapannya pemerintah dapat mengalokasikan dana secara tepat sasaran ke sektor-sektor prioritas pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan bantuan sosial.

Sebaliknya, tanpa efisiensi, anggaran negara akan terkuras oleh belanja yang tidak produktif, birokrasi yang berbelit-belit, serta program-program yang tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat.

Ekonom terkemuka asal Amerika Serikat, Paul Krugman, menekankan bahwa kebijakan fiskal yang baik tidak hanya diukur dari besarnya anggaran yang dibelanjakan, tetapi juga dari bagaimana pengeluaran tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

Dalam konteks ini, efisiensi anggaran memainkan peran krusial dalam memastikan bahwa setiap investasi pemerintah memberikan multiple effect bagi perekonomian.

Kondisi ini dapat tercipta, manakala efesiensi anggaran yang dilakukan secara cermat, yang hasil penghematannya benar-benar diarahkan untuk sesuatu yang krusial, dan memberikan dampak ekonomi signifikan.

Kontribusi APBN Terhadap Pertumbuhkan Ekonomi Nasional

Pertanyaannya, sepahit apa efisiensi anggaran ini yang akan dirasakan oleh masyarakat dan apa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2025 ini.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2024 mencapai 7,73 persen.

Kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dalam lima tahun terakhir bergerak variatif dengan kecenderungan menurun, pada tahun 2020, saat pandemi Covid-19 berlangsung, menjadi kontribusi tertinggi, mencapai 9,66 persen, setahun kemudian turun menjadi 9,25 persen.

Tahun 2022, sumbangan belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional terus melandai menjadi hanya 7,36 persen, lalu 2023 sebesar 7,45 persen.

Pola konstribusi seperti ini, sejalan dengan karakteristik APBN yang bergeraknya berlawanan arah atau countercyclical.

Pada saat ekonomi turun, dan pihak swasta tak bisa berbuat banyak untuk memutar roda pertumbuhan ekonomi karena situasi dan kondisinya tak kondusif seperti saat pandemi Covid-19, maka anggaran Pemerintah yang bergerak lebih kencang untuk menopang ekonomi nasional.

Sebaliknya, ketika ekonomi sedang naik dan peran swasta dalam mendorong perekonomian nasional mulai kencang, APBN akan menurunkan kecepatannya.

Hal ini sejalan dengan, tiga fungsi utama anggaran negara, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu : alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Fungsi alokasi bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran negara demi mengurangi pengangguran dan pemborosan, sekaligus mendorong efisiensi ekonomi.

Fungsi distribusi memastikan bahwa kebijakan anggaran negara memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Adapun fungsi stabilisasi berperan sebagai alat bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan fundamental ekonomi. Ketiga fungsi ini menjadi dasar bagi pemerintah dalam merancang belanja negara.

Jika APBN sebagai komponen penting dalam mempengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) tidak didasarkan pada ketiga fungsi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan tidak akan berkualitas.

Akibatnya, kesenjangan ekonomi akan semakin melebar dan berdampak buruk pada kondisi sosial masyarakat.

Kendati, dalam hitungan angka statistik kontribusi anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tak lebih dari satu digit, tapi secara riil, pengaruh anggaran pemerintah terhadap ekonomi masyarakat itu cukup signifikan.

Ketika pemerintah mengurangi belanjanya, dampaknya akan langsung terasa pada penurunan di sektor swasta yang menyediakan barang dan jasa kebutuhan pemerintah, seperti sektor MICE, teknologi informasi hingga kontruksi.

Efek dominonya, potensi penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut akan menurun bahkan mungkin akan ada pengurangan tenaga kerja.

Selanjutnya akan berkonsekuensi pada penurunan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan berdampak negatif terhadap sektor-sektor bisnis yang tidak secara langsung bergantung pada belanja pemerintah.

Kondisi ini dapat memicu penurunan lebih lanjut dalam kesempatan kerja dan pendapatan, yang dikenal sebagai ‘efek multiplier’

Dengan kondisi ini akhirnya, masyarakat termasuk ekonomi rumah tangga akan “dealing with the constrains” berdansa dalam keterbatasan yang ada, sampai mereka menemukan titik ekuilibrium baru.

Nah, dalam proses menuju titik ekuilibrium baru inilah yang akan terasa “menyakitkan.”

Saking sakitnya, secara sarkastik, proses ini akan membuat masyarakat Indonesia lebih relijius, karena mereka akan lebih banyak berdoa, meminta kepada Tuhannya masing-masing melewati cobaan ini.

Kita harus bersyukur, Pemerintah Indonesia mampu mendorong rakyatnya, menjadi lebih dekat dengan Tuhan-nya.

Penutup

Efisiensi anggaran negara merupakan sebuah keniscayaan di tengah dinamika tantangan ekonomi global dan kebutuhan mendesak untuk mempercepat pembangunan nasional.

Jika dilakukan secara cermat dan terukur, kebijakan ini, meskipun berpotensi menghadirkan tantangan jangka pendek, merupakan langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan fiskal dan kemandirian ekonomi Indonesia di masa depan.

Dengan pengelolaan anggaran yang cermat, transparan, dan akuntabel, setiap rupiah yang dihemat akan menjadi investasi berharga bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat, pemerataan pembangunan, dan penguatan daya saing bangsa.

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *