FMPPRL Menduga Ada Mafia Tanah di Brebes

BREBES (JATENG), SUARAPANCASILA.ID- DPRD Kabupaten Brebes menerima rapat audiensi Forum Masyarakat Peduli Perusahaan Ramah Lingkungan (FMPPRL) Kabupaten Brebes, terkait pemberantasan mafia tanah di ruang rapat gedung dewan setempat, Senin (14/10/2024). Audiensi dipimpin langsung Ketua DPRD Brebes sementara Didi Tuswandi dan Anggota DPRD Brebes Haryanto. 

“Ya hari ini kami menerima rapat audiensi terkait pemberantasan mafia tanah dari teman-teman FMPPRL Kabupaten Brebes. Kami telah mendengarkan aspirasi yang disampaikan. Pada prinsipnya, DPRD Brebes komitmen melindungi hak-hak masyarakat,” kata Didi Tuswandi didampingi Haryanto. 

Apalagi belum lama ini Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),  berkomitmen kuat menindak tegas dan memberantas mafia tanah di wilayah Jawa Tengah.

Bacaan Lainnya

Bahkan, AHY telah mengelar rapat Pemprov Jateng, aparat penegak hukum, dan perwakilan masyarakat, yang diadakan untuk membahas masalah serius terkait praktik mafia tanah yang marak terjadi di wilayah tersebut. Langkah-langkah yang telah diambil termasuk audit mendalam terhadap transaksi tanah yang mencurigakan, pembenahan sistem perizinan, serta peningkatan pengawasan terhadap pemanfaatan lahan.

AHY juga telah menginstruksikan pembentukan satuan tugas khusus di setiap daerah untuk menangani kasus-kasus terkait mafia tanah.

Koordinator FMPPRL, Anom Panuluh menyebut, banyak makelar tanah di Brebes yang berkeliaran mendatangi rumah-rumah dan merayu warga untuk menjual tanahnya. Sebagai contoh, yaitu para calo pembebasan lahan di wilayah Desa Pamulihan, Karangbale Kecamatan Larangan dan Buara, Cikeusal Lor, Cikeusal Kidul Kecamatan Ketanggungan.

“Keberadaan para makelar tanah ini membuat warga resah karena mereka menawar dengan harga murah. Bahkan, mereka menawar dengan harga jauh di bawah nilai jual objek pajak (NJOP). Pada tahap pertama harga yang di patok kisaran  12.500 sampai 17.500 per meter, dan di tahap kedua 15.000 per meter,” ungkap Anom kepada awak media usai melakukan audiensi di Gedung DPRD Brebes.

Menurutnya, harga yang di patok oleh pembeli dalam hal ini PT. BPA yang beralamat di Semarang itu jauh dari NJOP yakni Rp.42 Ribu per meter.

“Dengan membeli harga di bawah NJOP, kami menilai kalau mereka berupaya mengakali pajak,” tambah Anom.

Hal senada juga disampaikan oleh Herdian. Menurut dia, saat ini sudah ada sekitar 600 hektar lahan milik petani yang telah dibeli.

“Untuk target pertama seluas 800 hektar memang hampir selesai. Dan itu dilakukan sejak tahun 2021 lalu,” tandas Herdian.

Dari pengakuan petani, tambah dia, mereka merasa terintimidasi. Pasalnya, banyak dari para petani yang merasa risih karena selalu didatangi oleh para calo. Sehingga dengan terpaksa petani menjual tanah mereka.

“Bahkan ada yang mengancam akan menutup akses jalan, sehingga petani ketakutan dan akhirnya menjual tanahnya,” tambah Herdian.

Ia mengaku kalau saat ini muncul rumor kalau tanah yang tengah dibebaskan itu akan digunakan untuk industri. Padahal awalnya, sesuai perijinan yang dikeluarkan lahan tersebut digunakan untuk pertanian program ketahanan pangan.

“Kami menduga, pembebasan lahan di wilayah tersebut dengan target 1.500 hektar itu diduga dilakukan oleh mafia tanah. Namun kami menyayangkan, dari audiensi pertama ini kami belum mendapat jawaban yang pasti. Untuk itu nantinya kami akan melakukan audiensi kembali,” ujar mereka dengan menunjukan data pemilik lahan yang telah dibebaskan. *

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *