KOTA MALANG (JATIM), SUARAPANCASILA,ID – Momentum Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang tepat jatuh pada tanggal 9 Desember 2025, mengusung tema “Satukan Aksi, Basmi Korupsi” disambut dengan pandangan mendalam dari kalangan praktisi hukum.
Menurut Presiden Direktur Kantor Hukum Yustitia Indonesia (KHYI), KRA. Dwi Indrotito Pradoto Adiningrat, S.H., M.M., perjuangan melawan korupsi membutuhkan pendekatan yang komprehensif, tidak hanya dari aspek penegakan hukum tetapi juga penguatan budaya.
Dwi Indrotito Pradoto Adiningrat, yang akrab disapa Sam Tito, menyoroti bahwa dalam perspektif hukum, aksi pemberantasan korupsi harus berpijak pada ketegasan dan kepastian hukum.
Ia menekankan bahwa perangkat undang-undang yang ada, mulai dari UU Tipikor hingga regulasi terkait pencegahan, harus diterapkan secara maksimal tanpa pandang bulu.
”Aksi membasmi korupsi dari sisi hukum berarti tidak ada ruang kompromi. Aparat penegak hukum harus bebas intervensi, menjalankan tugas dengan integritas tinggi, dan mampu memberikan efek jera yang nyata,” tegas Sam Tito, yang juga menjabat Ketua DPC Asosiasi Advodkat Indonesia (AAI) Malang Raya ini.
Sam Tito juga menggarisbawahi pentingnya reformasi struktural di lembaga-lembaga publik untuk menutup celah terjadinya praktik korupsi. Pemanfaatan teknologi dalam sistem pelayanan publik dan transparansi anggaran menjadi kunci utama untuk meminimalisir interaksi langsung yang berpotensi memicu suap dan pungli.
”Transparansi digital adalah benteng anti korupsi. Jika semua proses terbuka dan dapat diakses publik, pengawasan menjadi lebih mudah, dan niat jahat untuk korupsi akan terhalang sejak awal,” tambahnya.
Sam Tito melanjutkan, tema “Satukan Aksi” tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan pasal-pasal pidana. Diperlukan upaya kolektif untuk membangun budaya anti korupsi yang kokoh di tengah masyarakat.
”Korupsi adalah penyakit moral. Untuk membasminya, kita harus kembali pada akar budaya bangsa yang menjunjung tinggi kejujuran, tanggung jawab, dan malu,” jelasnya.
Pria yang juga memegang komando Paguyuban Kawulo Keraton Surakarta (Pakasa) Malang Raya ini, mengusulkan agar budaya malu untuk melakukan korupsi atau menerima suap harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan formal maupun informal.
Nilai-nilai seperti gotong royong dan kesederhanaan yang merupakan warisan budaya Indonesia harus dihidupkan kembali sebagai penangkal hedonisme dan kerakusan yang seringkali menjadi pemicu korupsi.
“Budaya integritas harus menjadi napas keseharian, bukan hanya jargon di hari peringatan. Dari pemimpin tertinggi hingga masyarakat akar rumput, semua harus menyadari bahwa korupsi merusak martabat bangsa,” tutup Dwi Indrotito Pradoto Adiningrat.
KHYI berharap, melalui perpaduan antara penegakan hukum yang keras dan penguatan budaya integritas, Indonesia dapat mewujudkan semangat Hakordia 2025 untuk benar-benar Satukan Aksi, Basmi Korupsi.
Pewarta : Doni Kurniawan
Editor : Denny W










