JAM Pemuda Pancasila: Ketika Oranye Hitam Merambah Dunia Digital

JAKARTA, SUARAPANCASILA.ID -Di halaman Hotel Sultan, Jakarta, Selasa sore, 28 Oktober 2025, sejumlah pria berbaju oranye khas Pemuda Pancasila tampak berkerumun di sekitar sebuah motor berstiker biru bertuliskan “JAM – Just A Move”.

Jaket pengemudinya tebal, mengilap, dengan emblem PP di dada kiri. Mereka tersenyum lebar saat seorang petinggi organisasi itu membuka ponsel dan menekan tombol “pesan ojek pertama”.

Tepuk tangan menggema di aula utama. Di layar besar terpampang logo aplikasi berwarna oranye hitam dengan tagline: “Gerak Bersama, Maju Bersama.”

Bacaan Lainnya

Di hari ulang tahun ke-66 Pemuda Pancasila, organisasi yang dulu dikenal dengan aksi jalanan dan kegiatan sosial kemasyarakatan itu resmi meluncurkan JAM, aplikasi ojek online buatan internal mereka sendiri.

Kata JAM diambil dari inisial pemrakarsanya, Ketua DPW Pemuda Pancasila Provinsi Banten, Johan Aripin Muba.

Tak hanya itu. Di hari yang sama, mereka juga memperkenalkan “Waroeng Pancasila”, program pemberdayaan ekonomi rakyat yang akan menjadi mitra sekaligus simpul usaha anggota PP di seluruh Indonesia.

“Ini langkah baru. Kita ingin Pemuda Pancasila tidak hanya menjadi penonton dalam ekonomi digital,” ujar Ketua Umum PP, Japto Soerjosoemarno, dalam pidato peluncuran.

“Kami ingin kader-kader kita menjadi pelaku ekonomi, bukan sekadar penonton di pinggir jalan,” imbuhnya.

Langkah Digital Ormas Tua

Pemuda Pancasila lahir pada 28 Oktober 1959 — zaman ketika ponsel belum ada dan kata “startup” bahkan belum dikenal. Kini, di usia 66 tahun, organisasi ini mencoba menembus batas generasi dengan masuk ke dunia digital: layanan ojek online dan warung rakyat berbasis aplikasi.

Program JAM dirancang layaknya Gojek atau Grab, namun dengan cita rasa lokal dan semangat “gotong royong”. Aplikasi ini akan menampung ribuan mitra pengemudi, banyak di antaranya adalah anggota PP atau keluarga mereka.

Sementara Waroeng Pancasila diharapkan menjadi ekosistem pendukungnya — tempat para mitra bisa membeli kebutuhan pokok, mengisi saldo, hingga berjualan produk UMKM.

“Konsepnya bukan hanya transportasi, tapi ekonomi rakyat berbasis kebersamaan,” kata Ketua DPW Pemuda Pancasila Prov. Banten, Johan Aripin Muba.

Mereka ingin agar warung, bengkel, dan usaha kecil di bawah binaan PP tak hanya bertahan di era digital, tapi juga tumbuh dalam satu jaringan ekonomi yang saling menopang.

“Jangan Hanya Jadi Penonton”

Ide membentuk aplikasi ojek online ini muncul dari keresahan lama. Di banyak daerah, kader PP bekerja serabutan. Ada yang menjadi pengemudi ojek, ada pula pedagang kecil yang hidup dari hari ke hari.

Ketika aplikasi transportasi daring tumbuh pesat, banyak dari mereka hanya menjadi pengguna — bukan pemilik atau pengelola. “Selama ini kita hanya pakai aplikasi orang lain,” kata Johan. “Sekarang kita bikin sendiri.”

Menurutnya, JAM diharapkan menjadi ruang kerja dan peluang usaha yang berpihak pada anggota PP dan masyarakat di sekitar mereka. Aplikasi ini dikembangkan bekerja sama dengan tim teknologi independen, dengan konsep “dari ormas untuk rakyat”.

Selain transportasi, layanan JAM juga akan mencakup pengantaran makanan, belanja harian, hingga kerja sama dengan Waroeng Pancasila sebagai mitra dagang.

Di tahap awal, JAM diuji coba di Banten, Jakarta, dan Medan, tiga kota dengan basis PP yang kuat. Ke depan, mereka ingin memperluasnya ke seluruh provinsi.

Dari Gang ke Gerai Digital

Di balik layar, inisiatif ini adalah bagian dari upaya rebranding besar-besaran Pemuda Pancasila. Selama ini, ormas tersebut lekat dengan citra keras dan konflik jalanan. Kini mereka mencoba tampil dengan wajah baru: kreatif, produktif, dan berdaya saing.

“Baret merah itu tetap simbol perjuangan, tapi zaman sudah berubah,” ujar Japto. “Perjuangan hari ini bukan lagi di jalanan, tapi di dunia digital.”

Narasi itu terasa di sela acara peluncuran. Spanduk besar bertuliskan “PP Go Digital” terbentang di dinding ballroom.

Di sampingnya, stan Waroeng Pancasila menjajakan produk UMKM binaan: sambal kemasan, kopi bubuk, dan makanan ringan dengan label Pancasila Mart.

“Ini warung rakyat, tapi semangatnya modern,” kata Rini, pengelola Waroeng Pancasila Cabang Depok. Ia mengaku bergabung karena ingin warungnya bisa terkoneksi ke sistem digital JAM, sehingga pelanggan dapat memesan antar lewat aplikasi.

“Kalau nanti ada order makanan lewat JAM, ya kami yang kirim. Lumayan buat nambah pemasukan,” ujarnya.

Antara Idealita dan Realita

Namun di tengah semangat itu, beberapa pengamat mengingatkan tantangan besar di depan mata. Dunia transportasi daring bukan lahan mudah. Raksasa seperti Gojek dan Grab sudah menancapkan kuku dalam dengan modal besar dan infrastruktur mumpuni.

“Kalau JAM hanya mengandalkan semangat solidaritas tanpa sistem yang kuat, sulit bertahan,” kata pengamat ekonomi digital Deden Gunawan. Ia menilai inisiatif ini menarik karena datang dari ormas, tapi keberhasilan akan bergantung pada dua hal: profesionalisme dan keberlanjutan teknologi.

Di sisi lain, keberhasilan Waroeng Pancasila juga bergantung pada kemampuan manajerial. Jika tidak dikelola secara transparan, dikhawatirkan program ini hanya berhenti di tataran seremoni.

Meski begitu, Deden tak menampik peluang sosialnya besar. “Kalau PP bisa mengorganisir jutaan anggotanya dalam satu ekosistem digital, itu kekuatan ekonomi baru. Tinggal bagaimana mereka menjaga integritas dan sistemnya,” ujarnya.

Sebuah Gerak Baru

Menjelang sore, acara di Hotel Sultan ditutup dengan konvoi simbolis. Beberapa motor JAM melaju dari halaman hotel ke arah Jalan Gatot Subroto, membunyikan klakson berirama. Di belakang mereka, bendera Pemuda Pancasila berkibar di antara gedung-gedung tinggi Jakarta.

“Dulu kami bergerak di jalan, sekarang kami bergerak di jaringan,” ujar salah seorang pengemudi yang ikut konvoi sambil tersenyum.

Itulah simbol baru Pemuda Pancasila hari ini: dari ormas jalanan menuju ormas digital, dari baret jingga ke aplikasi biru, dari rapat sekretariat ke layar sentuh smartphone.

Apakah langkah ini akan menjadi tonggak baru ekonomi kerakyatan atau hanya gelombang sesaat di lautan digital — waktu yang akan menjawabnya.

Tapi sore itu, di tengah hiruk-pikuk Jakarta, Pemuda Pancasila telah memulai satu gerakan kecil yang bisa jadi berarti besar: Just A Move. Sebuah gerak. Sebuah harapan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *