NASIONAL, SUARAPANCASILA.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima audiensi dari Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf atau yang akrab disapa Gus Irfan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025). Pertemuan ini membahas upaya pencegahan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji yang selama ini menjadi perhatian publik.
“Siang ini, KPK menerima audiensi dari Kementerian Haji dan Umrah dalam kerangka pencegahan korupsi,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Budi menegaskan, KPK tidak hanya fokus pada upaya penindakan, namun juga terus mendorong strategi pencegahan melalui kajian sistemik. KPK, katanya, telah melakukan pemetaan terhadap titik-titik rawan korupsi dalam proses penyelenggaraan ibadah haji. “KPK berharap melalui kedua pendekatan tersebut, penindakan dan pencegahan, dapat menjadi pemantik bagi perbaikan layanan publik, khususnya dalam penyelenggaraan haji,” ujar Budi.
Lebih lanjut, KPK membuka diri untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai instansi, baik kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah, guna mendorong tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Audiensi ini berlangsung di tengah penyidikan yang sedang dilakukan KPK terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2023–2024 di lingkungan Kementerian Agama.
KPK secara resmi mengumumkan dimulainya penyidikan pada 9 Agustus 2025, dua hari setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Saat itu, KPK juga mengonfirmasi bahwa mereka tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara.
Hasil penghitungan awal yang diumumkan KPK pada 11 Agustus 2025 menunjukkan bahwa dugaan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Lebih jauh, pada 18 September 2025, KPK menduga sekitar 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji turut terlibat dalam praktik korupsi ini.
Selain penyidikan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Sorotan utama tertuju pada pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Pemerintah, melalui Kementerian Agama, membagi kuota tersebut secara merata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Namun, langkah ini dinilai menyalahi ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam UU tersebut disebutkan, pembagian kuota harus mengacu pada proporsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Artinya, dari kuota tambahan 20.000 jemaah, seharusnya hanya 1.600 jemaah yang dialokasikan untuk haji khusus.
Dengan serangkaian temuan dan penyidikan yang berjalan, KPK menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong reformasi tata kelola ibadah haji, demi memastikan pelayanan publik yang bersih dari korupsi. Audiensi bersama Kementerian Haji dan Umrah ini diharapkan menjadi langkah awal dalam membangun sistem yang lebih transparan dan akuntabel.