Melawan Lupa: Ekspedisi BRIN Dan PITI Ungkap Rahasia Integrasi Tionghoa Muslim di Malang Raya

KOTA MALANG (JATIM), SUARAPANCASILA,ID – Narasi sejarah seringkali menyisakan ruang kosong yang belum terisi. Menjawab tantangan tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama tim peneliti dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan penjelajahan ilmiah bertajuk “Riset Indonesia Maju (RIIM) – Ekspedisi”.

​Bukan sekadar studi pustaka, tim ini turun langsung ke lapangan untuk mengeksplorasi kontribusi nyata komunitas Tionghoa Muslim dalam pembangunan karakter bangsa (nation building).

​Dalam kunjungannya ke Malang , Lidya Christin Sinaga, Peneliti dari Pusat Riset Politik BRIN, mengungkapkan bahwa Jawa Timur merupakan wilayah dengan kekayaan historis Tionghoa Muslim yang paling dinamis di Indonesia.

Bacaan Lainnya

​”Kita melihat fenomena Masjid Cheng Hoo sebagai simbol asimilasi yang luar biasa. Di Jawa Timur saja ada enam masjid, mulai dari Surabaya, Pandaan, hingga Malang. Ini membuktikan bahwa identitas Tionghoa dan keislaman bisa berjalan beriringan dengan nilai lokalitas Indonesia,” jelas Lidya, saat berkunjung ke kantor sekretariat DPD PITI Malang Raya di Jl. Sulfat No.10, Purwantoro, Kec. Blimbing, Kota Malang, Kamis (18/12/2025).

​Ia menambahkan bahwa riset ini penting untuk memberikan basis data ilmiah guna memitigasi isu SARA yang kerap dipolitisasi dalam berbagai kontestasi politik.

​Menanggapi ekspedisi ini, Ketua DPD Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Malang Raya, Leo A. Permana, S.H., M.Hum., memberikan perspektif yang mendalam. Ia menilai bahwa selama puluhan tahun, publik seolah menderita “amnesia sejarah” mengenai peran etnis Tionghoa.

​”Ada mata rantai yang hilang sejak era Orde Baru. Masyarakat banyak yang tidak tahu bahwa rumah bersejarah di Rengasdengklok adalah milik warga Tionghoa, atau ada keterlibatan aktif tokoh Tionghoa di BPUPKI. Jika sejarah ini tidak dibuka kembali melalui riset seperti yang dilakukan BRIN dan UMM, maka prasangka akan terus ada,” ungkap Leo.

Ia berharap melalui kolaborasi ini, komunitas Tionghoa Muslim tidak lagi dipandang sebagai “orang asing”, melainkan sebagai elemen yang telah berdarah-darah ikut membangun Indonesia sejak sebelum kemerdekaan.

​Berdasarkan dokumen proposal penelitian tahun 2025, riset ini dipimpin oleh Prof. Dr. Wahyudi Winarjo, M.Si dengan tim ahli yang solid, antara lain Syafuan Rozi, Tonny Dian Effendi, Lidya Christin Sinaga, dan Atika Nur Kusumaningtyas.
​Tim ini akan membedah tiga aspek utama: Lokalitas, Etnisitas, dan Religiusitas. Output dari riset ini tidak hanya akan menghiasi jurnal akademik, tetapi juga diharapkan menjadi pedoman kebijakan nasional dalam merawat kebinekaan.

​Dengan adanya ekspedisi ini, Malang Raya kembali membuktikan dirinya sebagai laboratorium toleransi. Sinergi antara lembaga riset negara (BRIN), akademisi (UMM), dan organisasi kemasyarakatan (PITI) diharapkan mampu melahirkan literasi baru yang lebih inklusif bagi masa depan Indonesia.

​”Pemahaman adalah kunci toleransi. Jika kita tidak mengenal sejarah satu sama lain, bagaimana kita bisa bersatu?” tutup Leo Permana dengan nada optimis.

Pewarta : Doni Kurniawan
Editor : Denny W

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *