JAKARTA, SUARAPANCASILA.ID – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera menelusuri ketidaksesuaian data dana simpanan pemerintah daerah (Pemda) di perbankan senilai Rp 18 triliun.
Ketidakcocokan ini terungkap dari perbandingan data Bank Indonesia (BI) dengan laporan dari 546 Pemda yang disampaikan ke Kemendagri, memicu kekhawatiran potensi kesalahan pencatatan keuangan di tingkat daerah.
Permintaan investigasi ini disampaikan Purbaya saat menghadiri rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah di Jakarta, Senin (20/10/2025). Rapat yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian itu menyoroti urgensi transparansi pengelolaan anggaran daerah untuk mendukung stabilitas ekonomi nasional.
Menurut data BI per 30 September 2025, total simpanan anggaran daerah di bank mencapai Rp 233,97 triliun, dengan rincian:
- Rp 178,14 triliun pada instrumen giro
- Rp 48,40 triliun simpanan berjangka
- Rp 7,43 triliun tabungan
Namun, laporan Kemendagri yang dikumpulkan hingga 17 Oktober 2025 dari 546 pemerintah daerah hanya mencatat Rp 215 triliun, terdiri atas:
- Rp 64,95 triliun dari provinsi
- Rp 119,92 triliun dari kabupaten
- Rp 30,13 triliun dari kota
Ketidaksesuaian ini pertama kali diungkap Tito Karnavian dalam rapat tersebut.
“Jadi ada sedikit perbedaan antara data BI yang Rp 233 triliun dengan data rekening Pemda yang totalnya Rp 215 triliun, selisih sekitar Rp 18 triliun,” ujar Tito di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Purbaya menilai selisih tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh ketidaktepatan pencatatan di tingkat Pemda. Ia menekankan keandalan data BI yang bersifat sistemik dan mencakup seluruh bank di Indonesia.
“Kalau BI itu datanya pasti sudah sistemik, dari seluruh bank di Indonesia. Kalau di Pemda kurang Rp 18 triliun, mungkin ada yang kurang teliti. Jadi itu mesti diinvestigasi, ke mana selisih Rp 18 triliun itu,” kata Purbaya.
Lebih lanjut, Purbaya menilai penempatan dana Pemda di bank bukanlah masalah selama dimanfaatkan untuk menggerakkan roda ekonomi lokal. Namun, ia memperingatkan agar dana tersebut tidak dipindahkan ke pusat atau ditempatkan di bank-bank Jakarta, yang berpotensi menimbulkan tuduhan penyalahgunaan.
“Selama uang itu digunakan di daerah, bagus untuk ekonomi lokal. Kuncinya, jangan ditransfer ke pusat lagi, tetap di bank daerah,” imbuhnya.
Isu serupa juga menyelimuti pengelolaan dana pusat, di mana sekitar Rp 230 triliun dana pemerintah ditempatkan sebagai simpanan di bank komersial. Hal ini kerap memicu kritik publik soal dugaan pejabat memperoleh keuntungan dari bunga deposito atau bahkan kickback.
“Mereka menuduh, ‘Pejabat pusat main bunga, uangnya ditaruh di sana, dapat kickback.’ Jadi ini mesti diwaspadai, betul seperti itu atau tidak,” ujar Purbaya.
Pemerintah berkomitmen melacak asal-usul dan tujuan penempatan dana tersebut guna memastikan dampaknya tepat sasaran.
“Tugas pemerintah bukan mengumpulkan bunga dari tabungan, tapi memastikan uang negara benar-benar berdampak pada perekonomian – untuk daerah ya di daerah, untuk pusat ya di pusat,” tutupnya.