Pelabuhan Bagansiapiapi Tinggal Kenangan

ROHIL, SUARAPANCASILA.ID – Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Riau sejak dulu dikenal sebagai penghasil ikan nomor dua terbesar di dunia setelah Norwegia.

Sejak zaman Kesultanan Siak dan kolonial Belanda dari awal Kemerdekaan, Bagansiapiapi telah memiliki pelabuhan, tempat naik dan turunnya penumpang domestik, lokal maupun internasional.

Misalnya Pelabuhan Bea Cukai (bekas dermaganya kini dalam Kota Bagansiapiapi), Pelabuhan Bagan Hulu dan Pelabuhan Nelayan, namun kini semua tinggal kenangan seiring waktu dan perkembangan zaman.

Bacaan Lainnya

Jika dulu dari dan ke Bagansiapiapi hanya dapat ditempuh dengan transportasi laut dan sungai dengan mempergunakan kapal ferry sehingga pelabuhan Bagansiapiapi hidup dan banyak aktifitas turun naiknya penumpang serta bongkar-muatnya barang.

Terlebih setelah dibukanya jalan darat, lintas Sumatera sehingga perlahan dan pasti kini masyarakat beralih dari transportasi laut ke transportasi darat, mobil dan sejenisnya.

Pelabuhan Bagansiapiapi terakhir sebagai pelabuhan resmi adalah Pelabuhan Nelayan atau kerap disebut pelabuhan Kote (Kaute) berjarak 3,5 KM dari Kota Bagansiapiapi.

Pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo Cabang Dumai ini pernah menjadi pelabuhan internasional, trayek Bagansiapiapi Rohil ke Port Dickson Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia di tahun 2008.

Namun tidak bertahan lama, trayek angkutan penumpang ini akhirnya tutup dan pelabuhan ini juga tutup seiring semakin menyempitnya Kuala Bagan.

Sejak saat itu, aktifitas pelabuhan nelayan ini “redup” dan naik-turun penumpang beralih ke dermaga Pelabuhan Baru yang dibangun Pemkab Rohil khusus untuk trayek Panipahan, Pulau Halang dan Kubu serta daerah lainya.

Pelabuhan Baru ini tak lama beroperasi karena ambruk selain dimakan usia juga akibat abrasi dihantam bono.

Lalu untuk aktifitas selanjutnya beralih ke dermaga pelabuhan milik pribadi seorang pengusaha lokal bernama Oliong, pengusaha lokal yang berbaik hati mengizinkan dermaganya dipakai untuk aktifitas naik turun penumpang dan bongkar-muat barang.

Sejak saat itu, di pelabuhan milik Oliong ini tempat semua aktifitas bongkar-muat dan naik turun penumpang.

Rokan Hilir dikenal memiliki garis pantai terpanjang dan laut yang luas di perairan Selat Malaka. Masyarakat Panipahan, Pulau Halang dan sekitarnya masih mempergunakan jasa transportasi laut ke Bagansiapiapi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir.

Kini Bagansiapiapi tidak memiliki pelabuhan, bahkan sudah tidak ada lagi otoritas pelabuhan yang selama ini dikelola PT Pelindo.

Dermaga milik Oliong inilah aktifitas pelabuhan berjalan, setiap hari aktifitas naik dan turunnya penumpang dari dan ke Bagansiapiapi berjalan lancar.

Masyarakat ketika dimintai komentarnya, Sabtu (16/3/2024) sangat berharap pemerintah membangun pelabuhan lagi, dan tidak menumpang di dermaga milik pengusaha lokal tersebut.

“Kita berterima kasih dengan sosok almarhum Oliong yang semasa hidupnya memberikan izin semua aktifitas di dermaga miliknya, saatnya juga Rohil punya lagi pelabuhan, walaupun ukuranya mini, sederhana tapi milik sendiri,’’ ucap warga dan beberapa pekerja bongkar muat di dermaga tersebut.

Disebutkan warga, tidaklah mungkin selamanya harus menumpang di tempat orang dan sudah saatnya kemampuan daerah untuk membangun pelabuhan sendiri, atau setidaknya PT Pelindo kembali mengembangkan pelabuhan di Bagansiapiapi yang tentunya juga dapat memungut retribusi pelabuhan sebagaimana waktu lalu.

Bahar (72) warga Kecamatan Pekaitan Rohil, Sabtu (16/4/2024) menceritakan masa-masa jayanya Pelabuhan Nelayan dibawah tahun 2000 atau sebelum terbentuknya Kabupaten Rohil, dimana masyarakat masih menggunakan transportasi laut untuk membawa hasil pertanian dan perkebunan untuk dijual ke Bagansiapiapi.

“Dulu belum ada jalan darat selancar saat ini, kami petani ini membawa hasil kebun dan ladang kami ke Bagansiapiapi dengan sampan atau boat-boat kecil, aktifitas bongkar-muat di pelabuhan nelayan saat itu sangat padat,’’ kenang Bahar.

Ditambahkan Bahar, akibat aktifitas bongkar-muat yang banyak dan padat saat itu, mereka harus punya langganan jasa buruh bongkar muat, jika tidak, maka aktifitas untuk bongkar muat mereka harus menunggu kosongnya waktu buruh bekerja.

“Kalau tidak berlangganan atau berjanji dulu dengan buruh pekerja bongkar muat, maka sampai di Pelabuhan akan susah, karena harus menunggu waktu luang buruh bongkar tersebut,” kenang Bahar. (*)

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *