Perlukah Desa Panjaratan Membentuk Peraturan Desa?

Menata Tata Kelola Pemerintahan dari Akar yang Paling Dasar

Pelaihari(KALSEL), SUARAPANCASILA.ID — Desa Panjaratan kini berada di persimpangan penting dalam perjalanan pemerintahannya. Di tengah pesatnya aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat, muncul kesadaran baru tentang perlunya membentuk Peraturan Desa atau Perdes sebagai dasar hukum yang mengatur tata kelola pemerintahan secara tertib, transparan, dan berkeadilan.

Perdes, Bukan Sekadar Aturan Administratif

Bacaan Lainnya

Peraturan Desa merupakan instrumen hukum yang memberikan arah bagi setiap langkah kebijakan desa. Fungsinya tidak berhenti pada pencatatan administrasi, melainkan menjadi pedoman dalam pengelolaan keuangan, pemanfaatan aset desa, hingga perencanaan pembangunan berbasis partisipasi masyarakat.

Tanpa Perdes, arah pembangunan desa sering kali berjalan tanpa dasar hukum yang kuat. Akibatnya, kebijakan mudah berubah dan keputusan sering kali bergantung pada kesepakatan informal.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah melalui pembahasan dan kesepakatan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dengan demikian, Perdes bukanlah produk sepihak, tetapi hasil dari proses musyawarah yang melibatkan seluruh unsur perwakilan rakyat di tingkat desa.

Siapa yang Membahas dan Menyepakati Perdes

Dalam sistem pemerintahan desa, Kepala Desa dan BPD memegang peran sentral dalam proses pembentukan Perdes. Kepala Desa berwenang menyusun rancangan peraturan, sedangkan BPD berfungsi sebagai lembaga deliberatif yang menelaah, menyempurnakan, dan menyepakati rancangan tersebut sebelum disahkan.

Melalui forum musyawarah desa, masyarakat diberikan ruang untuk menyampaikan gagasan dan kebutuhan mereka. Dengan cara inilah, setiap Perdes diharapkan mampu menjawab persoalan nyata warga Panjaratan, bukan sekadar menjadi dokumen formal yang tersimpan di arsip pemerintahan.

BPD: Mitra dan Pengawas Pemerintahan Desa

Badan Permusyawaratan Desa memiliki posisi strategis dalam sistem pemerintahan desa. Berdasarkan Undang-Undang Desa, BPD memiliki tiga fungsi utama:

1. Membahas dan menyepakati rancangan Perdes bersama Kepala Desa.

2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.

3. Melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah desa.

Selain itu, BPD juga memiliki hak konstitusional seperti meminta keterangan kepada pemerintah desa, menyatakan pendapat terhadap kebijakan desa, serta memperoleh dukungan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya.

Dengan peran tersebut, BPD menjadi mitra sekaligus pengimbang kekuasaan pemerintah desa agar setiap keputusan tetap berpihak pada masyarakat dan tidak menyimpang dari aturan hukum.

Kebutuhan Mendesak Panjaratan Akan Regulasi Desa

Desa Panjaratan kini menghadapi tantangan pembangunan yang kian kompleks. Banyak kegiatan desa, seperti pengelolaan lingkungan, pertanian, hingga potensi wisata, masih dijalankan berdasarkan kesepakatan lisan tanpa dasar hukum yang kuat.

Tanpa Perdes, kebijakan semacam ini rawan menimbulkan perbedaan tafsir dan potensi konflik di masa depan. Kehadiran Perdes akan memberikan kepastian hukum bagi pemerintah sekaligus perlindungan bagi masyarakat.

“Pendapatan Asli Desa (PAD) Nol Rupiah, mungkin dengan adanya Perdes kita bisa mengatur semua potensi yang ada — masalah pertanian, wisata, atau hal lainnya yang berpotensi menghasilkan PAD,” ujar Nahrawi, salah satu tokoh masyarakat Panjaratan yang dikenal memiliki pandangan luas terhadap kemajuan desa.

Ia menambahkan dengan tegas, “Segera buat Perdes untuk kepentingan masyarakat, ini urgensi, buat segera!”

Menurutnya, Perdes adalah langkah konkret agar Panjaratan memiliki identitas ekonomi yang kuat. “Supaya kita memiliki PAD atau khas desa, caranya salah satunya dengan adanya Perdes, jadi bisa mengatur segala potensi yang ada. Buat juga Perdes tentang penyelenggaraan kegiatan-kegiatan seperti lomba balap perahu yang insyaallah akan di selenggarakan semakin meriah harus di barengi dengan aturan yang jelas,” tuturnya.

Tak hanya itu, Nahrawi juga mendorong BPD untuk membuka ruang partisipasi seluas-luasnya. “Undang kelompok tani, lembaga masyarakat, dan perwakilan dari semua unsur untuk membahas Perdes. Masalah biaya rapat itu bukan jadi hambatan, bisa dikomunikasikan dengan pihak pemerintah desa,” ujarnya menutup pembicaraan.

BPD Harus Bertindak, Bukan Hanya Mengetahui Fungsi

Senada dengan itu, Jumairi, tokoh masyarakat lain yang dikenal bijak dan berpandangan luas, memberikan pandangan optimistisnya.

“BPD sudah tahu tugas dan kewajibannya masing-masing. Jadi tinggal menindaklanjuti dan menjalankan fungsinya,” tutur Jumairi.

Ia menekankan pentingnya partisipasi setiap elemen masyarakat dalam pembentukan Perdes.

“Masing-masing lembaga dan masyarakat bisa memberikan masukan pada saat musyawarah, karena Perdes harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.

Bagi Jumairi, jabatan di pemerintahan desa bukan sekadar status, tetapi amanah. “Jika diserahi jabatan, seharusnya bertanggung jawab terhadap jabatan itu dan menjalankan tugas serta fungsinya dengan optimal,” lanjutnya dengan nada lembut tapi mendalam

Ia menutup dengan harapan besar. “Dengan adanya Perdes, diharapkan muncul efek domino bagi masyarakat — tingkat kemiskinan menurun, ekonomi meningkat. Misalnya lewat sektor wisata yang bisa kita kembangkan bersama untuk kesejahteraan Panjaratan secara umum,” ujarnya dengan penuh semangat.

Suara Pemuda: Harus Dilibatkan dalam Pembangunan

Dari sisi pemuda, Melalui sambunguan via telepon, Ahmadi, tokoh Karang Taruna desa panjaratan periode 1995–2006, menilai banyak hal yang harus segera dibenahi di Panjaratan.

“Banyak yang perlu dibenahi di kampung kita ini,” ucapnya.

Ia menekankan pentingnya peran pemuda dalam pembangunan desa.

“Para pemuda harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pembangunan. Karang taruna harus berada di depan memberi masukan kepada pemerintah desa agar aspirasi pemuda tersalurkan,” jelas Ahmadi.

Selain itu, sektor pertanian juga menjadi perhatiannya. “Pertanian harus lebih maju dari sekarang. Jalan-jalan tani perlu diperbanyak agar alat-alat pertanian bisa beroperasi maksimal,” tambahnya.

Ahmadi juga menyoroti pentingnya pembinaan keagamaan.

“Masalah keagamaan harus terus dibina oleh orang-orang yang berkompeten — para alim ulama. Karena kampung kita ini dulunya dikenal sangat religius, dan itu harus kita jaga,” ungkapnya.

Menuju Desa yang Maju dan Berkeadilan

Langkah pembentukan Perdes di Desa Panjaratan bukan sekadar urusan administratif, melainkan bagian dari perjalanan menuju pemerintahan yang lebih matang dan transparan.

Dengan adanya Perdes, setiap kebijakan akan memiliki arah yang jelas, mekanisme yang terukur, serta akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga komitmen moral terhadap masyarakat desa.

Kehadiran Perdes menandai kematangan Panjaratan sebagai desa yang beranjak menuju kemandirian — baik secara hukum, sosial, maupun ekonomi.

“Aturan bukan untuk membatasi, tetapi untuk menuntun agar desa berjalan di jalan yang benar.”(suarapancasila.id-foto:ist/hayat)

 

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *