SUARAPANCASILA.ID – Pemerintah berencana untuk memulai kembali proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) di tiga lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Keputusan tersebut merupakan salah satu instruksi Presiden Prabowo Subianto saat menggelar rapat terbatas bersama Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional di Istana Merdeka Jakarta pada Senin malam (3/3).
Kepala Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia, mengatakan proyek ini bertujuan untuk mengolah batu bara berkalori rendah sehingga bisa mengurangi impor liquefied petroleum gas (LPG).
“Pemerintah akan lakukan ini agar produknya betul-betul bisa dipasarkan di dalam negeri sebagai substitusi impor,” kata Bahlil dalam konferensi pers seusai rapat.
Tidak Lagi Bergantung pada Asing
Bahlil menekankan bahwa pendanaan proyek kali ini akan berasal dari anggaran negara dan perusahaan swasta nasional. Hal ini relatif berbeda dari rencana pengembangan DME sebelumnya yang bergantung pada investor asing.
Dia mengindikasikan bahwa salah satu sumber pendanaan proyek DME berasal dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. “Jadi saya pikir kali ini enggak ada ketergantungan kepada pihak lain (asing),” kata Bahlil.
Dengan skema baru ini, pemerintah ingin memastikan proyek DME tidak lagi bergantung pada keinginan investor asing yang bisa saja mundur di tengah jalan. Perusahaan pengolahan gas dan kimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals Inc., sebelumnya hengkang dari dua proyek hilirisasi batu bara di Indonesia karena diduga tingginya harga batu bara yang membuat proyek tersebut menjadi tidak ekonomis.
Air Products diketahui bekerja sama dengan PT Bukit Asam (PTBA) dan PT Kaltim Prima Coal untuk gasifikasi batu bara menjadi DME. Mundurnya Air Products and Chemicals Inc dari dua proyek hilirisasi batu bara domestik itu disebabkan oleh macetnya hitung-hitungan investasi antar perusahaan.
Mundurnya Air Products dari dua proyek patungan hilirisasi batu bara bersama PT Bukit Asam dan PT Kaltim Prima Coal disebabkan oleh adanya perubahan arah bisnis perusahaan menjadi pengembangan hidrogen di negara asalnya, Amerika Serikat (AS).
Komitmen investasi Air Products pada proyek gasifikasi batu bara bersama PTBA mencapai US$ 15 miliar atau setara Rp 210 triliun. Sebelum menyatakan hengkang, rencana investasi tersebut telah terealisasi sebesar US$ 7 miliar atau setara Rp 102 triliun.
Sebelum Air Products cabut, pemerintah menargetkan proyek gasifikasi batu bara DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan rampung dan bisa beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) pada kuartal ke-empat atau akhir 2027.
Proyek tersebut diproyeksikan dapat menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dari 6 juta ton batu bara berkalori 4.200. Selain itu, pabrik tersebut juga akan memproduksi metanol 2,1 juta ton per tahun dan Syngas atau gas sintetis sebesar 4,5 juta kN/m3 per tahun.
“Kemudian ada investor yang menawarkan dari cina, tapi juga tidak mampu diimplementasikan. Sekarang kita tidak butuh investor, negara semua lewat kebijakan Bapak Presiden memanfaatkan sumber daya dalam negeri,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut.
Meski begitu, Bahlil mengakui bahwa pemerintah tetap membutuhkan teknologi dari luar negeri untuk mengembangkan DME. Namun, persoalan dana, bahan baku, dan pembeli atau offtaker seluruhnya akan berasal dari dalam negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa mekanisme proyek DME kali ini tidak lagi memberikan penugasan khusus kepada badan usaha negara PTBA seperti sebelumnya.
Dia menyebut skema pengembangan DME ke depan akan dibiayai oleh pemerintah dan dikerjakan melalui kerja sama berbagai pihak. “PTBA nanti bekerja sama saja. Nantinya akan dibiayai pemerintah, bukan penugasan,” Tri.
Kendati demikian, Tri Winarno menyampaikan bahwa proyek DME ini masih belum berjalan dan akan dimulai dalam waktu dekat.