BREBES, SUARAPANCASILA.ID – Anggota DPR RI Komisi II dari Dapil IX Jawa Tengah (Brebes, Tegal, Kota Tegal), Wahyudin Noor Aly, menyoroti dampak serius dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2024 yang membelah pelaksanaan pemilu menjadi dua yaitu pemilu nasional dan pemilu regional.
Ia juga menggarisbawahi perlunya evaluasi menyeluruh terhadap Pemilu 2024 yang dianggap brutal dan buruk, dengan menekankan lima aktor penentu kualitas demokrasi.
Pemilu Terpisah: Nasional 2029, Regional Mundur ke 2031
Putusan MK menetapkan bahwa pemilu nasional untuk DPR RI dan Presiden akan digelar pada tahun 2029, sementara pemilu regional yang meliputi Gubernur, Bupati/Wali Kota, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota akan dilaksanakan pada tahun 2031. Imbasnya, akan terjadi kekosongan jabatan selama dua tahun di level daerah.
“PJ DPRD kan nggak mungkin. Itulah yang masih perlu kita bahas,” ujar Wahyudin, yang akrab disapa Goyud.
Ia menekankan perlunya desain kelembagaan dan regulasi yang matang agar transisi ini tidak menimbulkan instabilitas politik lokal.
Evaluasi Pemilu 2024: Brutal, Jelek, dan Penuh Ketimpangan
Goyud menyebut Pemilu 2024 sebagai pemilu paling brutal dan jelek. Ia mempertanyakan apakah akar masalahnya terletak pada regulasi yang tidak memadai, regulasi yang saling bertentangan, atau pelaksana regulasi yang menyimpang.
“Kalau regulasi itu kan Komisi II DPR RI yang membidangi pemilu, maka harus ada revisi undang-undang. Tapi kalau pelaksananya yang jelek, itu juga harus dibahas,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya memastikan oknum-oknum yang menyimpang tidak kembali masuk dalam lingkaran penyelenggaraan pemilu.
Lima Aktor Penentu Kualitas Pemilu
Goyud memetakan lima aktor utama yang menentukan kualitas pemilu:
1. Pemerintah
Sebagai fasilitator, pemerintah dinilai sudah menjalankan peran dengan baik. Namun, keterlibatan oknum ASN dalam politik praktis menjadi masalah serius.
2. Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu)
Ketidaknetralan penyelenggara jauh lebih berbahaya karena bisa berdampak langsung pada manipulasi angka. Rekrutmen harus dilakukan dengan integritas tinggi.
3. Partai Politik
Partai harus melakukan kaderisasi yang sehat dan memilih calon bukan berdasarkan uang, tetapi kualitas dan kesiapan menjadi aktor pemerintahan yang baik.
4. Calon Legislatif dan Eksekutif
Figur calon harus disiapkan bukan untuk sekadar menang, tetapi untuk membawa perubahan. “Calon dipilih partai tidak harus yang banyak duitnya,” tegas Goyud.
5. Pemilih
Pendidikan pemilu sangat penting, terutama karena pemilih pemula masih mendominasi. Mereka adalah penentu arah demokrasi, dan harus dibekali pemahaman yang kritis.
Menuju Pemilu yang Lebih Baik
“Dalam persoalan ini kita ingin jauh ke depan, agar pemilu berikutnya lebih baik lagi,” tutup Goyud.
Dengan tantangan regulasi, integritas aktor, dan pendidikan politik yang masih minim, reformasi pemilu pasca putusan MK menjadi momentum penting untuk memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia.