Wayang Kulit Banjar Memikat Warga, Bupati Tala Tekankan Pentingnya Pelestarian Seni Banua

Pelaihari — Di bawah langit Pelaihari yang cerah pada Jumat malam, (12/12/2025), RTP Pasar Lawas kembali menjadi saksi hidupnya denyut seni tradisi Banjar. Pagelaran Wayang Kulit Banjar bukan sekadar hiburan; ia menjelma menjadi ruang kolektif di mana budaya Banua dirayakan, dihidupkan, dan diwariskan.

Ratusan warga tampak memenuhi area pertunjukan, sangat antusias menanti lakon yang dibawakan Dalang Upik bersama para pengrawit Sanggar Anak Pandawa dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Malam itu, mereka menyajikan kisah “Carita Gugurnya Tahta Karena Nafsu”, sebuah cerita yang sarat pesan moral—mengajak penonton menengok kembali nilai kehidupan yang kerap terlupakan.

Acara dibuka dengan sambutan Bupati Tanah Laut H. Rahmat Trianto yang dibacakan oleh Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan Ekonomi Keuangan, Iwan Persada. Dalam sambatannya, pemerintah daerah memberikan penghargaan tinggi kepada mereka yang terus menjaga api kesenian tradisi.

Bacaan Lainnya

“Wayang Kulit Banjar bukan hanya tontonan, tetapi merupakan sarana pendidikan karakter yang menyampaikan nilai-nilai kehidupan dengan bahasa seni yang halus dan mudah diterima oleh siapa saja,” ujar Iwan saat membacakan sambutan Bupati.

Melalui sambutan tersebut, Pemkab Tanah Laut kembali menegaskan komitmennya terhadap pelestarian seni budaya daerah. Tidak hanya Wayang Kulit Banjar, tetapi juga Madihin, Kuntau, Hadrah, dan berbagai kesenian tradisional lainnya yang menjadi identitas kuat masyarakat Banua. Pemerintah turut menyampaikan apresiasi kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta seluruh panitia yang telah berkontribusi menyukseskan kegiatan budaya ini.

Pertunjukan malam itu berlangsung hangat, hidup, dan memikat. Alunan gamelan Banjar mengisi ruang, mengiringi setiap dialog dan adegan yang dimainkan dengan penuh penghayatan. Penonton—mulai anak-anak hingga orang tua—terlihat larut mengikuti jalannya cerita.

Lebih dari sekadar tontonan, pagelaran ini menjadi ruang penting bagi seniman lokal untuk terus berkarya. Di saat yang sama, ia menjadi jembatan mengenalkan kembali kekayaan budaya Banua kepada generasi muda, agar seni tradisi tidak sekadar menjadi kenangan, melainkan tetap berdiri kokoh sebagai identitas Tanah Laut.(suarapancasila.id-foto:ist/mctala)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *