700 Warga di Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga Diduga Keracunan Gas Dari PT Sorik Merapi Geotermal Power (SMGP) Walhi Angkat Bicara

 

MEDAN- SUARAPANCASILA.ID-Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut mengemukakan hasil investigasinya terkait sekitar 700 warga di Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga diduga keracunan gas dari PT Sorik Merapi Geotermal Power (SMGP) yang terjadi pada Kamis (22/2/2024) lalu.

Meski tidak ada kebocoran pipa gas, Walhi menemukan adanya dugaan kelalaian dan pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan pembangkit listrik tersebut, diantaranya alat deteksi hidrogen sulfida (H2S) di samping kantor Desa Sibanggor Julu diduga tidak berfungsi.Kemudian, pengumuman akan adanya aktivasi sumur V 01 yang katanya sudah diinformasikan jauh hari, rupanya diumumkan sehari sebelum melalui pengeras suara masjid.

Bacaan Lainnya

“Sehingga, di hari pelaksanaan, masyarakat tidak
mendapatkan informasi apapun jika terjadi kesalahan teknis pada aktivitas perusahaan,”kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut, Rianda Purba, dalam keterangan persnya, Kamis (7/3/2024).

Lalu, kata Rianda, dugaan kelalaian lainnya adalah PT SMGP dinilai tidak bisa mengukur jarak dari dampak aktivasi sumur.

Dari temuan mereka aktivasi sumur V-01 dilakukan pada jarak kurang lebih 700 meter dari titik terluar pemukiman warga di Desa Sibanggor Julu.

Namun, perusahaan tidak menyebutkan dalam siaran pers-nya jika ada perbedaan ketinggian antara well-pad V yang jadi lokasi aktivasi dengan pemukiman.

Saat ditinjau, Sumur V-01 berada di kisaran ketinggian 1.137 MDPL, sedangkan pemukiman berada pada kisaran ketinggian 951 MDPL.Lokasi pemukiman yang lebih rendah dari sumur aktivasi harusnya menjadi perhatian khusus perusahaan mengingat berat jenis gas H2S lebih tinggi dibanding berat jenis udara.

Sehingga menimbulkan potensi gas akan berkumpul ke wilayah yang lebih rendah.

“Dalam konteks ini, PT SMGP cenderung abai pada potensi merambatnya gas H2S pasca proses aktivasi ke wilayah pemukiman di bawah bukit,” jelasnya.

Pemerintah daerah pun khususnya badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) Kabupaten Mandailing Natal dinilai menutupi kondisi warga.

Dalam keterangan kepala BPBD Madina ke media, dia menyebutkan adanya pengungsian yang disiapkan untuk warga korban terdampak.

Nyatanya, saat tim mendatangi lokasi, warga menumpang ke rumah keluarg masing-masing hingga ke Kecamatan lain.

“Hal ini menunjukkan jika pernyataan pemangku jabatan seperti kepala BPBD tidak dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya dan terkesan menutupi fakta lapangan. Bermain kata di atas penderitaan korban adalah tindakan tidak bermoral,” terangnya.

Temuan Indikasi Pelanggaran Hukum dan HAM Ratusan Warga Madina Mual-Pingsan Diduga Keracunan Gas PT SMGP

Walhi juga menemukan adanya indikasi pelanggaran hukum maupun hak asasi manusia (HAM) dalam peristiwa massal yang dialami warga Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga akibat dugaan keracunan gas dari PT SMGP.

Mereka menilai PT SMGP terindikasi melakukan pelanggaran UU No. 21 tahun 2014 tentang panas bumi, UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Menurut mereka, seharusnya polisi bisa mempidanakan PT SMGP.

“PT SMGP lalai untuk mencegah terjadinya keracunan massal ini dan seharusnya dapat ditindaklanjuti lebih lanjut untuk pemidanaan, mengingat jumlah korban yang terdampak tergolong banyak,” ungkapnya.

Atas temuan-temuan ini, Walhi meminta agar Mabes Polri menetapkan status tersangka dan mengevaluasi proses olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan Polres Mandailing Natal dan Polda Sumut.

Kemudian, Komnas HAM didesak turun ke lapangan melihat kondisi korban serta memenuhi tuntutan dan kebutuhan korban.

Lalu, Komnas HAM didesak segera memproses segala bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT SMGP.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS) untuk juga didesak meninjau ulang izin operasi PT. SMGP.

“Mendesak pihak-pihak yang telah disebutkan di Mabes Polri, Komnas HAM, Kementerian ESDM, SKK Migas, Pemprov Sumatra Utara, dan Pemkab Mandailing Natal) untuk bersama-sama mengusut ulang, memproses setiap indikasi pelanggaran hukum, serta menetapkan tersangka,” katanya.

 

SUMBER : Tribun-medan.com


 

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *