Mumi adalah mayat yang diawetkan dengan cara disimpan di tempat yang sangat kering atau dingin, tidak terdapat oksigen, atau menggunakan bahan kimia. Biasanya mumi identik dengan masyarakat Mesir Kuno.
Hingga saat ini, banyak yang mengira bahwa tradisi memumikan jasad yang dilakukan oleh orang Mesir Kuno sekadar untuk “mengawetkan” tubuh orang yang sudah meninggal. Padahal, ada alasan religius di balik pengawetan tubuh tersebut.
Melansir dari Live Science, peneliti dari University of Manchester Manchester Museum, Inggris, mengungkapkan kebenaran alasan mumifikasi pada pameran “Golden Mummies of Egypt” pada awal 2023 lalu. Pameran pada Februari 2023 itu bertujuan untuk mengungkapkan makna di balik teknik penguburan mumifikasi.
Selain itu, “Golden Mummies of Egypt” juga menampilkan sejumlah topeng penguburan, potret panel, dan sarkofagus yang terkait dengan penguburan Mesir kuno, serta menampilkan bukti lebih lanjut tentang tujuan asli dari mumifikasi.
Dilaporkan, teknik penguburan mumifikasi bukan bertujuan untuk mengawetkan jenazah, tetapi membimbing sosok yang sudah meninggal agar diterima di sisi Dewa untuk Tuhan.
Kurator museum Mesir dan Sudan, Campbell Price, mengatakan bahwa kesalahpahaman terkait tujuan mumifikasi sudah berkembang sejak lama. Price mengatakan, gagasan ide yang dipimpin Barat itu muncul saat para peneliti era Victoria salah kaprah soal mumifikasi orang Mesir Kuno.
Pada saat itu, para peneliti era Victoria menilai bahwa orang Mesir Kuno mengawetkan mayat serupa dengan mengawetkan ikan karena menggunakan garam. Padahal, zat asin yang digunakan berbeda dengan garam untuk mengawetkan ikan.
“Jadi, mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukan pada tubuh manusia sama dengan perlakuan terhadap ikan,” kata Price, dikutip Kamis (22/2/2024).
Menurut Price, masyarakat Mesir Kuno menggunakan zat asin bernama natron, yaitu mineral alami dari campuran natrium karbonat, natrium klorida, dan natrium sulfat. Kandungan itu banyak terdapat di sekitar dasar danau dekat Sungai Nil dan berfungsi sebagai bahan utama dalam mumifikasi.
“Kita juga tahu bahwa natron digunakan dalam ritual kuil [dan digunakan pada] patung dewa. Itu digunakan untuk pembersihan,” kata Price.
Price mengatakan, bahan lain yang biasa
dikaitkan dengan mumi adalah dupa. Dupa berfungsi sebagai “hadiah” untuk para Dewa. Dalam sejarah Mesir kuno, Price menemukan bahwa kemenyan dan dupa merupakan “hadiah” yang sering dipersembahkan untuk dewa.
Bahkan, kata dupa dalam bahasa Mesir kuno adalah senetjer yang berarti ‘teruntuk ilahi’. Membakar dupa di kuil adalah hal yang tepat karena kuil merupakan rumah dewa dan membuat ruang menjadi sakral.
Ahli Mesir Kuno juga percaya bahwa jasad akan membutuhkan tubuh mereka di akhirat. Hal itu mendukung kesalahpahaman tentang mumifikasi.
Banyak Arkeolog yang sering menemukan mumi ditempatkan dengan sarkofagus atau kuburan batu yang menunjukkan rupa jenazah.
“Dalam bahasa Inggris, topeng adalah sesuatu yang menyamarkan identitas; potret mengungkapkan identitas. Objek, panel, dan topeng memberikan gambaran ideal bentuk ilahi (Dewa atau Tuhan),” kata Price.