ASN Rasa Kerabat : Ketika Hubungan Dekat Menenggelamkan Kinerja dan Tanggung Jawab
Oleh: Hasnasi Isma A Kutai
Tidak semua warga Tala yang pulang kampung halaman membawa perubahan dan membuka masa depan. Sebagian justru datang berlindung di balik status, putra daerah dengan sandaran nama besar keluarga dan berkiprah dengan cara yang tak patut jadi pedoman. Inilah realita sebagian wajah ASN kita hari ini.Wajah yang merasa tak perlu bersaing, cukup bersanding dengan tokoh politik, tokoh agama dan tokoh masyarakat yang berpengaruh secara historis.
Fenomena ini bukan kenyataan baru, tetapi sudah menjelma menjadi budaya lokal yang semakin mengakar. ASN yang sudah bekerja, pegang otoritas di kampung halaman sendiri, malah menumbuhkan rasa aman pada dirinya. Aman dari kritik, aman dari evaluasi dan aman dari kompetisi kinerja mandiri. Dominasi rasa aman karena sudah merasa “dikenal semua orang”.
Bertumbuh dalam suasana “rasa aman” itulah, membuat prilaku ASN laksana tuan tanah, dikampung halaman sendiri.
Tidak sedikit dari mereka, terlihat sibuk membangun komunikasi sosial ketika masa promosi tiba. Prestasi dan kinerja bukan jd rujukan kelayakan, tetapi rekomendasi personal toma(Tokoh Masyarakat) jadi jualan. Mereka seolah berkata: “Tak perlu menilai apa yang bisa saya kerjakan, lihat siapa yang ada dibelakang.”
Lalu, bagaimana seharusnya peran tokoh masyarakat dalam dinamika ini? Hal ini menjadi persoalan kedua yang tak kalah pentingnya. Alih-alih menjadi penjernih dan edukasi, terkadang “toma” malah tanpa disadari terjebak dalam relasi emosional kekerabatan. Mereka ikut bangga bisa memberikan restu, tanpa recek rekam jejak prestasi tertentu.
Tambah lagi ketika pribadi ASN itu masuk dlm ikatan keluarga, sahabat atau bagian dari komunitas besar “toma”. Malah yang muncul adalah keyakinan bahwa “ia patut dan layak dibantu, karena bagian dari kita.”
Dari sinilah awal lingkaran setan berputar menjadi dilematis stagnant dalam capacity, quality and capability yg menjadi tuntutan UU Kepegawaian dan management SDM ASN di Tala selama ini.
Sementara sebahagian “toma”, yang punya andil kuat dalam suksesi, semakin merasa punya kewenangan ikut menentukan kebijakan. Suasana ini semakin menggiring masyarakat tidak bisa membedakan batasan antara otoritas pejabat publik dengan pribadi yg bersangkutan.
Lebih parah lagi, tidak sedikit “toma” yang akhirnya merasa “layak ditokohkan”, bukan akibat integritas dan kapasitas sosial yang dimilikinya, tetapi akibat kedekatan dengan kekuasaan. Mereka lupa bahwa pejabat publik sdh terikat UU sebagai tanggung jawab kinerja ketika menerima sumpah jabatan.
Sementara dalam masyarakat tradisional relasi adab dan kepatuhan sosial masih kuat dan terkadang mampu mengalahkan rasionalitas dan kepatuhan terhadap UU dlm jabatan.
Kondisi ini menjadi masalah berikutnya, ketika Bupati dan wakil Bupati sebagai pehabat publik merasa sungkan dan kewuh, ketika seorang toma merekomendasikan calon pejabat birokrasi pilihannya.
Sontak ruang jabatan birokrasi dibawahnya terisi oleh figur-figur yang tidak punya kapasitas turut serta menegakkan Tupoksi Kepala Daerah dlm tugasnya dan memperbaiki citra buruk ASN selama ini di mata masyarakat Tala pada umumnya.
Sekarang saatnya keberanian Kepala Daerah Terpilih diuji dalmm menentukan pilihan antara loyalitas sosial dengan kepentingan capaian kinerja, prestasi dan masa depan Kabupaten Tanah Laut, sebagai tujuan dan harapan bersama.
Pada dasarnya ASN adalah pelayan masyarakat, bukan pejabat yang perlu dihormat tanpa martabat. Karena pejabat publik dan birokrasi diikat oleh tanggung jawab system kehidupan bernegara yang diatur lewat Undang Undang, jd bukan untuk perpanjangan tangan kepentingan keluarga dan kekerabatan. Mereka digaji dari pajak penghasilan rakyat, bukan dibayar dengan rasa hormat dan kasihan dari tokoh masyarakat.
Seyogiyanya perubahan bisa terjadi, ketika loyalitas kita semua tidak bertumpu kepada kedekatan dalam kekuasaan, melainkan bertumpu kepada prestasi, kinerja dan kesetaraan ASN menurut tuntutan UU. Karena kemajuan Kab. Tanah Laut tidak lahir dari siapa yang dikenal, putra daerah atau bukan putra daerah. Faktanya selama ini kemajuan Tanah Laut tercipta dr kontribusi, partisipasi dan kolaborasi bersama antara warga asli Tala dg warga pendatang yangg benar-benar konsisten bekerja membangun masa depan.
Tidaklah salah pada kesempatan ini saya berharap kepada semua pihak, agar kita merubah paradigma kekerabatan dan kedekatan_ menjadi kesadaran kolektif kita Bersama Membangun Tanah Laut sebagai hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikian selayaknya kita mendukung dan loyal terhadap semua kebijakan Bupati dan Wakil Bupati beserta program-programnya, tanpa harus kehilangan sikap kritis kita sebagai tanggung jawab yang sama terhadap masa depan Tanah Laut, menjadi kebanggaan dan tumpuan masa depan kita bersama.