MEDAN, SUARAPANCASILA.ID – Pengamat Pendidikan Sumut Ali Nurdin MA,(foto) Kamis (18/1) menyebutkan kebijakan Mendikbud RI, Nadiem Makarim terkait pencairan dana sertifikasi guru yang wajib melampirkan 1 sertifikat pelatihan 20 JP tahun 2024 ini, sangat memberatkan guru.
“Bukan hanya bikin ribet tapi membuat guru makin stres. Sejak Mendikbud Nadiem Makarim membuat berbagai kebijakan dan regulasi tentang pendidikan termasuk pembinaan dan peningkatan mutu pembelajaran & guru, membuat para guru makin stres karena terbebani dengan berbagai macam tuntutan Administrasi,” kata Ali Nurdin.
Kata dia, Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), Platform Merdeka Mengajar (PMM), Program Calon Guru Penggerak (CGP), Sekolah Penggerak, Pengembangan Proyek Profil Pelajar Pancasila (P5), Pengelolaan BOS yang mengharuskan kepsek mengikuti Program belanja di SIPLAH (Sistem Pembelanjaan Sekolah), Pendidikan Profesi Guru (PPG), Program PPPK yang carut marut, dan berbagai program yang mengatasnamakan untuk perbaikan dan peningkatan mutu guru tetapi justru sebaliknya menjadikan guru semakin terbebani.
“Apalagi ada program yang mewajibkan guru mendapatkan satu sertifikat untuk satu semester yang berpola minimal 20 JP untuk pencairan tunjangan profesi (sertifikasi),” ungkap Ali Nurdin.
Dalam pandangannya, hal ini akhirnya membuat para guru disibukkan dengan Diklat, seminar, workshop, webiner baik daring maupun luring, zoom, dan macam macam hanya mengejar sertifikat, bahkan rekayasa piagam, sertifikat, berbagai lembaga melakukan workshop dan pelatihan dan tidak sedikit juga yang berbayar apalagi guru disuatu sekolah menjadi guru pamong bagi mahasiswa yang lulus PPG atau guru yang PPG dalam jabatan, akhirnya siswa dan kelas terlantar karena gurunya sibuk dengan kegiatan kegiatan administrasi.
“Guru mau tidak mau terpaksa melakukan itu karena rasa takut kalau tunjangan profesinya tidak dicairkan. Jadi sekarang guru lebih banyak berkutat Katik pada kegiatan administrasi daripada kegiatan belajar mengajar di kelas. Sebenarnya guru itu tenaga edukatif bukan tenaga administratif,” ujarnya.
Lanjut Ali Nurdin, saat ini tugas pokok dan tugas utamanya mengajar dan mendidik hanya sambilan.
Pagi, siang, malam di depan laptop, tingkat stresnya sangat tinggi, beban mental dan tekanan psikologisnya luar biasa. Akhirnya program program yang dibuat mas menteri justru kontra produktif.
“Hampir semua program yang dibuat Mas Menteri itu tidak lepas dari proyek proyek di Kemendikbud, hasilnya tidak berkorelasi secara signifikan terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
“Semoga bergantinya kepemimpinan Indonesia di tahun 2024 semua kebijakan Mendikbud ini harus dikaji ulang. Bahkan kalau boleh memberi nilai, program program pendidikan selama Nadiem Makarim bisa dikatakan gagal,” pungkasnya.(*)
Sumber : Waspada.id