Oleh: IRHAM IHSAN, SH, M.Si, Ketua Forum Komunikasi Honorer Tenaga Kependidikan Bone.
KAB BONE ( SUL SEL) SUARAPANCASILA.ID – 26-7-2025. Memang benar bahwa arah kebijakan terkait PPPK paruh waktu saat ini mulai menunjukkan bentuknya, dan sangat mungkin akan bergantung pada kebutuhan riil masing-masing daerah serta kemampuan anggaran yang tersedia.
Namun, penting juga untuk memahami bahwa sikap yang ditunjukkan oleh teman-teman honorer saat ini bukanlah bentuk pemaksaan keadaan, melainkan ekspresi dari kekhawatiran dan harapan yang sudah lama terpendam.
Banyak dari mereka telah mengabdi bertahun-tahun tanpa kepastian status maupun perlindungan yang layak. Sementara itu, tidak sedikit tenaga honorer yang baru bekerja satu atau dua tahun sudah diangkat menjadi ASN.
Hal ini tentu menimbulkan perasaan ketidakadilan, apalagi dalam konteks sosial kita hari ini yang kadang menunjukkan bahwa “No Viral, No Justice”—tidak ada keadilan tanpa sorotan publik.
Sebagian dari mereka telah berjuang di pelosok-pelosok, dalam diam dan kesederhanaan. Sementara realita di lapangan justru menunjukkan bahwa ada yang baru mengabdi satu dua tahun, namun sudah mendapat status ASN. Ini bukan soal iri, tetapi soal rasa keadilan.
Ada ungkapan Bugis yang berbunyi : Ammacera’ iya na pesona, naletei malempu’ na getteng. (Kejujuran adalah cermin kehormatan, yang harus dibarengi dengan keteguhan dan integritas).
Maka, ketika teman-teman honorer bersuara, itu lahir dari keteguhan hati untuk memperjuangkan keadilan, bukan untuk membuat gaduh. Mereka menuntut hak, bukan mengambil hak orang lain.
Resopa temmangingngi, namalomo naletei pammase dewata (Usaha yang sungguh-sungguh dan tidak mengenal menyerah akan mendatangkan rahmat Tuhan).
Maka, jika teman-teman hari ini bersuara lebih lantang, menunjukkan sikap kritis, atau bahkan mengangkat isu ini ke ruang publik, saya kira itu adalah hal yang wajar, manusiawi, dan sah-sah saja, selama tetap berada dalam koridor etika, menghormati aturan yang berlaku, dan mengedepankan cara-cara yang bermartabat.
Kita semua tentu berharap agar negara hadir secara adil dan proporsional dalam menyelesaikan persoalan ini, dengan mempertimbangkan nilai pengabdian, kompetensi, serta kemampuan daerah. Sebab bagi para honorer, ini bukan hanya soal pekerjaan, tapi juga tentang martabat dan keadilan.
Penutup :
Maka jika hari ini para honorer menyuarakan keresahan mereka, itu adalah hal yang manusiawi, wajar, dan layak dihargai, selama disampaikan secara santun, beretika, dan tetap dalam bingkai kepatuhan terhadap hukum dan nilai-nilai luhur bangsa.
Sebab perjuangan untuk kejelasan status dan keadilan bukanlah kejahatan—itu adalah bentuk tanggung jawab terhadap diri, keluarga, dan bangsa.