DME Batu Bara Jadi Proyek Terbesar RI, Investasi Tembus Rp180,36 Triliun

SUARAPANCASILA.ID – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) menjadi proyek terbesar dari 21 proyek hilirisasi tahap awal tahun ini.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan nilai investasi 21 proyek itu mencapai US$40 miliar atau setara Rp656,23 triliun (asumsi kurs Rp16.405 per dolar AS). Adapun biaya investasi untuk proyek DME mencapai US$11 miliar atau Rp180,36 triliun.

“Paling gede DME, DME-nya empat [proyek]. DME-nya empat itu [nilai investasi] sekitar US$11 miliar,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (4/3/2025).

Bacaan Lainnya

Dia pun membocorkan dari 21 proyek hilirisasi yang direncanakan, terdapat empat proyek DME, satu proyek hilirisasi besi, satu proyek alumina, tujuh proyek aluminium, dua proyek tembaga, serta dua proyek nikel.

Tri mengatakan skema pembiayaan proyek-proyek ini masih dalam tahap pembahasan. Dia memastikan tidak ada keterlibatan investor asing.

Sebagai gantinya, pendanaan salah satunya berasal dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara.

“Bukan [dari investor asing], kita gunakan duit kita sendiri,” jelasnya.

Tri menambahkan bahwa beberapa badan usaha milik negara (BUMN) akan bertindak sebagai pelaksana proyek DME ini.

Proyek DME menjadi salah satu bentuk hilirisasi batu bara yang didorong oleh pemerintah guna menyubtitusi LPG. Apalagi, Indonesia masih ketergantungan impor LPG.

Berdasarkan keterangan Kementerian ESDM, industri dalam negeri hanya mampu memproduksi LPG sekitar 2 juta ton per tahun. Sementara itu, konsumsi LPG dalam negeri mencapai 8 juta ton sehingga RI masih mengimpor sekitar 6 juta ton LPG senilai US$3,45 miliar per tahun.

Bahkan, Indonesia harus mengeluarkan devisa yang signifikan untuk impor LPG, sekitar Rp450 triliun keluar setiap tahun untuk membeli minyak dan gas, termasuk LPG.

Namun, proyek tersebut hingga saat ini belum membuahkan hasil. Proyek milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Indika Energy (INDY), hingga PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) pun mandek.

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *