Industrial Summit 2025, Haris Azhar Sebut Transparansi Atasi Pengadaan Minyak Mentah Bermasalah

SUARAPANCASILA.ID – Proses pengadaan minyak mentah di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama dalam aspek transparansi dan pengawasan.

Lemahnya verifikasi kebutuhan impor serta ketergantungan terhadap broker atau DMUT (Dedicated Mitra Usaha Terseleksi) menjadi persoalan berisiko terhadap kestabilan harga dan kualitas bahan bakar.

Pendiri Lokataru, Haris Azhar dalam Industrial Summit yang disiarkan Kompas TV, Rabu (5/3/2025), menyoroti masih adanya celah dalam pengawasan impor minyak.

Bacaan Lainnya

Ia menegaskan, mekanisme perizinan yang melibatkan berbagai kementerian belum berjalan maksimal, sehingga proses pengadaan minyak mentah cenderung tidak terbuka.

Haris menyebut, impor minyak mentah harus mendapat izin dan persetujuan dari Menteri, sesuai Pasal 12 ayat (2) Perpres 19/2014.

Namun, kenyataannya, impor tetap dilakukan meski stok minyak mentah dalam negeri masih dapat digunakan.

Menurutnya, ketergantungan terhadap impor membuat Pertamina dan pelaku usaha dalam negeri sangat bergantung pada broker.

Hal ini membuka peluang manipulasi harga, mengingat belum adanya regulasi yang jelas mengenai hubungan antara perusahaan minyak dan broker DMUT.

Celah dalam Pengawasan
Selain masalah dalam pengadaan, pengawasan distribusi BBM juga masih memiliki kelemahan.

Haris menyebut, meskipun ada berbagai tahapan kontrol kualitas, masih terdapat potensi adulterasi atau pencampuran ilegal yang melanggar aturan.

Aktivitas ini berpotensi terjadi di rantai pasok distribusi, seperti dari depot ke SPBU.

Namun, pengujian kualitas bahan bakar di Indonesia masih sangat minim, hanya mencakup sekitar 100–200 sampel per tahun.

Expand article logo Lanjutkan membaca

Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mampu menguji hingga 3.000 sampel per tahun.

Di sisi lain, proses pemantauan belum dilakukan secara real-time dan tidak mencakup seluruh segmen pasar, mulai dari kilang hingga SPBU.

Kondisi ini semakin memperbesar potensi pelanggaran yang sulit dideteksi oleh otoritas terkait.

Rekomendasi untuk Perbaikan
Haris menekankan perlunya peningkatan pengawasan dalam berbagai aspek, mulai dari ekspor dan impor minyak mentah hingga distribusi BBM di dalam negeri.

Beberapa langkah yang direkomendasikan antara lain:

Peningkatan pengawasan ekspor/impor minyak mentah, yang mencakup seluruh proses mulai dari usulan hingga pengadaan.
Perumusan indikator kualitas minyak mentah, agar ekspor dan impor dilakukan berdasarkan standar harga dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Pengaturan hubungan antara pelaku usaha dan broker DMUT, untuk mengurangi potensi manipulasi harga dan ketergantungan terhadap perantara.
Peningkatan pengawasan produk BBM oleh badan-badan seperti BPH dan Lemigas, dengan pemeriksaan berkala yang dilakukan secara rutin.
Transparansi hasil pemeriksaan BBM, agar publik dapat mengetahui kualitas bahan bakar yang beredar di pasaran.
Haris menegaskan, transparansi merupakan kunci utama dalam mengatasi berbagai permasalahan tersebut.

“Ini hal-hal yang harus dibuka, diinformasikan kepada publik yang lebih luas. Jadi saya mau bilang ada hal yang lebih serius yaitu soal tanggung jawab atau kebijakan kenapa kita mengimpor, ketika kita mengekspor. Itu di sana harus diungkap semua,” ujarnya.

“Jangan sampai semua proses ini menimbulkan kecurigaan di publik, di masyarakat. Penegakan hukum diungkap tapi sistemnya enggak berubah. Sama aja bohong, cuma ganti pemain aja,” pungkas Haris.

Seperti yang diketahui, industri minyak Indonesia tengah mendapatkan sorotan usai kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 yang merugikan negara Rp193,7 triliun.

Dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka. Mereka adalah Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Kemudian AP selaku VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

Ditambah dua tersangka baru yang diumumkan pada Rabu (26/2/2025) malam yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.

Tim penyidik telah menahan para tersangka untuk 20 (dua puluh) hari ke depan.

Sebelumnya penyidik juga telah melakukan penggeledahan di kediaman pengusaha minyak terkenal, yakni Muhammad Riza Chalid dan PT Orbit Terminal Merak (OTM) di Cilegon, Banten.

Perusahaan tersebut tercatat dimiliki tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) dan tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ). Diketahui, Muhammad Kerry Adrianto Riza merupakan anak dari Muhammad Riza Chalid.

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *