KOTA MALANG,SUARAPANCASILA,ID-Pasca video penganiayaan oknum guru SMKN 12 Kota Malang terhadap muridnya viral di sosial media, sejumlah pihak turut buka suara diantaranya Yayasan Jaringan Kemamusiaan Jawa Timur ( JKJT) dan Gubuke Wong Ngalam (GWN).
Kedua yayasan yang sama-sama membidangi sosial kemanusiaan ini terpantau mendatangi SMKN 12 Kota Malang di Jl. Pahlawan No.356 A, Balearjosari, Blimbing, Kota Malang, Senin, (5/8/2024).
Rombongan disambut perwakilan dari guru setempat dengan dihadirkan siswa yang jadi korban penganiayaan. Dalam pertemuan ini, turut hadir pula Unit PPA Polresta Malang Kota dan Dinsos Kota Malang. Oknum guru yang diduga melakukan penganiayaan juga ikut serta dalam pertemuan itu.
Pendiri Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) Agustinus Tedja Bawana menyebutkan anak harus dibina, bimbing dan pahami. Persoalan terlambat datang mengikuti Mata Pelajaran (Mapel) tidak harus diperlakukam dengan kekerasan.
“Terlambat datang tidak harus diperlakukan seperti itu terlebih dilihat oleh teman-teman sekelas. Ini bukan perilaku yang baik, justru akan memunculkan traumatik tidak hanya korban tapi di lingkungan teman lainnya juga akan mengalami hal yang sama,” ujar Ayah Tedja sapaan akrabnya.
Lanjutnya, Dilihat dari kacamata psikologis, oknum guru yang melakukan kekerasan itu harus dipertanyakan. Disisi lain JKJT meminta agar Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur bisa melakukan pemetaan tenaga pendidik.
“Harusnya Dinas terkait harus bisa memetakan, mana guru-guru yang memang punya sense of belonging bagus mendidik anak. Apa lagi ini guru agama,” imbuhnya.
Dikesempatan ini, pihaknya juga merekom agar peristiwa yang terjadi di usut sampai tuntas, tidak ada satu pun yang di tutupi.
“Tadi saya sudah sampaikan untuk tindak lanjut rana pidananya kepada Unit PPA Polresta Malang Kota. Intinya sekolah jangan terkesan menutupi. UU harus ditegakkan sehingga ada efek jera dan konsekuensi sebagai pembelajaran,” ungkapnya.
Disinggung tentang perlindungan siswa yang meng-upload video kekerasan yang terjadi. Dengan tegas Ayah Tedja mengatakan perlu untuk di lindungi.
“Meng-upload sesuatu itu tidak harus salah, jika memang kalau itu informatif untuk evaluasi menyikapi kesalahan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu korban dan anak yang upload video harus didampingi untuk dapat perlindungan. Saya kira sekolah sama dengan pemikirannya dengan kita,” terang, Pria yang juga bergerak di bidang perlindungan anak dan perempuan ini.
Senada dengan Ayah Tedja, Ketum Yayasan GWN Lili Ulifah menyampaikan, Kenakalan atau keusilan anak tidak harus dengan kekerasan.
“Tadi oknum guru tersebut bilang khilaf, namun tidak ada pemukulan bahasa jawanya uyek-uyekan saja. Saya tanyakan tidak ada bekas luka, hanya sedikit robek dibagian dalam pipi,” katanya.
Dipertemuan ini, Lili juga telah sampaikan, lebih baik cium kening, peluk dan rangkul jika siswa melakukan kesalahan atau hukuman lain. Sehingga siswa lebih paham dan mengerti.
“Semoga peristiwa ini jadi pembelajaran untuk kita semua. Kedepan harapannya pendidikan dan guru lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya agar mental terjaga,” harapnya.
Sementara itu, Kanit Unit PPA Polresta Malang Kota yang turut hadir dalam pertemuan mengaku sudah menindak lanjuti video viral di media.
“Alhamdulillah sudah ada kesepakatan dari pihak guru dan korban sepakat saling memaafkan. Untuk sanksinya kita serahkan ke Diknas. Kalau dari kepolisian selama ini belum ada laporan. Jika nanti ada laporan baru kami tindak lanjuti,” jelasnya.
Kendati demikian, Polresta Malang Kota telah menulusuri siswa yang upload video itu, Pihaknya juga berkomitmen memberikan perlindungan.
“Tadi saya telah sampaikan memang saat ini jamannya upload-upload. Meski dengan demikian siswa tetap akan kami lindungi. Selain itu, Dinsos juga turun memberikan pendampingan psikologis kepada anak-anak,” pungkasnya.