Pelaihari(KALSEL), SUARA PANCASILA. ID-19 April 2025 —Ada yang tak biasa di Jalan Taqwa, Pelaihari, beberapa pekan lalu. Di tengah tumpukan sampah yang menumpuk di bawah kontainer Tempat Pembuangan Sementara (TPS), seorang pejabat tinggi daerah terlihat menyingsingkan lengan baju, memunguti sampah satu per satu. Ia bukan petugas kebersihan. Ia adalah Wakil Bupati Tanah Laut, H. Muhammad Zazuli.
Sosok yang seharusnya duduk dalam ruang ber-AC dan sibuk dengan rapat-rapat kebijakan, justru memilih turun langsung membersihkan sisa-sisa kelalaian warganya. Aksi nyata itu dilakukan pada Jumat, 4 April 2025. Bukan untuk pencitraan, tapi sebagai bentuk kepedulian—dan juga peringatan.
“Dengan membuang sampah sembarangan bisa mencemari lingkungan dan mengeluarkan bau tidak sedap. Kita semua harus lebih peduli dan menjaga kebersihan, demi kenyamanan bersama,” tegas Zazuli saat diwawancarai kala itu.
Namun kenyataan hari ini, Sabtu 19 April 2025, sungguh mencengangkan. Dua minggu setelah aksi simpatik tersebut, tumpukan sampah itu kembali berserakan di wilayah kota pelaihari. Tak hanya mencoreng keindahan kota, tapi juga mencederai semangat gotong royong yang selama ini dibanggakan.
Salah satu anggota grup WhatsApp warga bahkan menyuarakan keprihatinannya dalam bahasa Banjar, “Kasian pak Wakil lucut sorangan turun ke lokasi TPS, padahal sudah diberi himbauan, masih tetap saja membandel buang sampah sembarangan.”
Kata “lucut sorangan”—yang berarti turun sendirian—bukan hanya gambaran fisik. Itu juga sindiran sosial. Karena di saat seorang pemimpin rela kotor demi lingkungan bersih, sebagian warganya justru lepas tanggung jawab.
Wakil Bupati tak sekadar membersihkan. Ia juga membawa harapan. Dalam aksinya, ia sempat mengusulkan untuk mempercantik trotoar Jalan Taqwa dengan pot bunga dan tanaman hias. Sebuah upaya kecil yang bisa memberi wajah baru bagi Pelaihari: lebih hijau, lebih rapi, dan lebih manusiawi.
Namun, perbaikan fisik tak akan berarti tanpa perubahan mental. Kesadaran kolektif masih menjadi PR terbesar. Karena sebanyak apapun pot bunga ditanam, selama warga masih membuang sampah sembarangan, keindahan hanyalah fatamorgana.
Aksi Zazuli seharusnya menjadi cambuk moral, bukan tontonan sesaat. Pemerintah memang bisa menyediakan fasilitas. Tapi menjaga kebersihan bukan tugas satu pihak. Ia adalah kewajiban bersama. Persis seperti yang disampaikan Wabup Zazuli: “Ini bukan hanya soal sampah. Ini soal tanggung jawab.”
Hari ini, Tanah Laut tidak kekurangan tempat sampah. Tapi mungkin kita masih kekurangan kesadaran. Maka pertanyaannya bukan lagi siapa yang membersihkan, tetapi siapa yang masih membuang sembarangan. Karena di balik tiap bungkus plastik yang berserakan, ada cermin yang memantulkan watak kita sebagai warga. (suarapancasila.id – Foto : Istimewa)