Lingkaran Setan Peredaran Pornografi Anak yang Kian Masif

JAKARTA,SUARAPANCASILA.ID- Peredaran konten pornografi anak meningkat melalui dunia maya. Indonesia nomor empat di dunia.Kepolisian Daerah Jawa Timur menangkap seorang laki-laki asal Bangka Belitung yang diduga memperjualbelikan 2.500 konten pornografi anak. Polisi menetapkan pria berinisial ASF itu sebagai tersangka distributor video porno lewat 15 kanal aplikasi pesan Telegram dan Potato Chat.

Menurut polisi, ASF memiliki 1.100 pelanggan yang membayar Rp 500 ribu agar bisa mengakses ribuan video porno. Untuk menjaring pelanggan, pria 23 tahun tersebut mempromosikan ribuan video pornografi anak yang ia koleksi lalu menjualnya lewat Instagram selama dua tahun.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan ASF meraup setidanya Rp 550 juta dari bisnis penjualan konten pornografi itu. Jules mengatakan ASF mendapat suplai video porno dari sindikat yang lebih besar. “Kami masih menelusuri sumber video tersebut,” kata Jules dalam keterangan pers pada Sabtu, 14 Juni 2025.

Polisi menjerat ASF dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat 1 dan/atau Pasal 37 juncto Pasal 11 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman pidananya maksimal 12 tahun penjara dan denda paling besar Rp 6 miliar.
Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia dan Polda Metro Jaya sebelumnya mengungkap kanal persebaran konten pornografi anak melalui grup Facebook bernama Fantasi Sedarah. Grup itu menjadi ruang penyebaran konten-konten bermuatan pornografi dan dorongan melakukan pornoaksi kepada keluarga, termasuk anak-anak.

Bacaan Lainnya

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus penyebaran konten bermuatan pornografi anak di grup Fantasi Sedarah. Tujuh orang itu memiliki peran berbeda-beda. Ada yang menjadi produsen video dan foto pornografi anak. Ada yang menjadi pengelola grup dan ada juga yang memperjualbelikannya.
Polisi menangkap para tersangka tersebut di berbagai kota, dari Bandung dan Garut, Jawa Barat; Kudus, Jawa Tengah; hingga Dumai, Riau. Satu dari tujuh tersangka yang memperjualbelikan konten itu adalah DK, yang ditangkap di Bandung, Jawa Barat.

“Tersangka DK menjual dengan harga Rp 50 ribu untuk 20 konten video ataupun foto dan Rp 100 ribu untuk 40 konten video ataupun foto,” kata Direktur Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Himawan Bayu Aji saat konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta.
Kasus terbaru di Jawa Timur menambah daftar panjang distribusi pornografi anak di Indonesia. Pada 2024, menurut survei lembaga independen National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), Indonesia menduduki peringkat keempat dunia untuk kasus penyebaran konten pornografi anak terbanyak dan peringkat kedua di antara negara-negara ASEAN. NCMEC mencatat sebanyak lebih dari lima juta konten pornografi anak beredar di Tanah Air dalam empat tahun terakhir.
Ketua End Child Prostitution, Child Pornography, and Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia Ahmad Sofian mengatakan data-data tersebut menunjukkan tren kenaikan jumlah konten negatif yang membahayakan anak. Menurut dia, peredaran konten pornografi anak makin masif melalui media sosial.

“Kemudahan akses Internet dan penggunaan media sosial menjadi pendukung utama penyebaran konten pornografi anak,” kata Sofian pada Senin, 16 Juni 2025.
Sofian menyoroti kemudahan beragam platform untuk mendistribusikan konten bermuatan pornografi anak. Di media sosial X, misalnya, video pornografi bisa diakses dengan mudah, baik secara gratis maupun dengan modus berbayar, seperti dalam kasus-kasus yang sempat diungkap polisi.

Senada dengan Sofian, dosen hukum pidana anak Universitas Brawijaya Nurini Aprilianda mengatakan kecanggihan teknologi memungkinkan pelaku mengakses, membagikan, dan membeli konten pornografi anak secara anonim tanpa harus berinteraksi langsung. Jaringan yang terenkripsi dan sistem pembayaran tanpa nama membuat distribusi konten pornografi anak sulit dilacak oleh penegak hukum.
Selain itu, teknologi digital memfasilitasi terbentuknya komunitas-komunitas tersembunyi di Internet. Dalam komunitas itu, anggotanya saling berbagi konten pornografi anak. Di ruang tersebut, perilaku menggemari konten pornografi anak juga dianggap normal, bahkan anggotanya diberi penghargaan dalam bentuk peringkat atau akses khusus.

“Hal ini memperkuat keberanian dan frekuensi konsumsi konten pornografi anak,” tuturnya saat dihubungi secara terpisah.
Hadirnya teknologi baru, seperti akal imitasi atau artificial intelegence, kata Nurini, juga makin mempermudah pembuatan konten-konten pornografi anak. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan teknologi ini untuk membuat konten pornografi anak dengan bermodalkan gambar yang tersedia.

Guru besar kriminologi Universitas Indonesia Adrianus Meliala menambahkan tingginya angka penjualan konten pornografi anak berkaitan dengan penyimpangan seksual, yakni pedofilia. Secara sederhana, pedofilia adalah keterkaitan seksual abnormal seseorang kepada anak-anak yang belum matang secara seksual.
“Bagi pedofil, pornografi anak dianggap sebagai makanan pencuci mulut sebelum melakukan hubungan seksual dengan anak,” kata Adrianus pada Senin, 16 Juni 2025.

Menurut dia, konten pornografi dianggap sebagai komoditas dalam dunia maya membawa banyak keuntungan. Para pegiatnya secara natural akan membuat berbagai varian yang menargetkan kelompok tertentu. Adanya orang-orang yang mengidap pedofilia, kata Adrianus, membuat potensi bisnis haram ini cukup stabil.
Kriminolog Universitas Indonesia lainnya, Ni Made Martini Puteri, mengatakan seorang pedofil kerap memandang anak-anak sebagai sosok pasif dan akan menuruti fantasi seksual orang dewasa. Karakteristik tersebut membuat seorang pedofil merasa dapat berperilaku sesuka hati.

Pornografi juga sering menjadi media substitusi ketika hubungan seksual di luar pernikahan dinilai melanggar nilai agama dan moralitas. “Sehingga kalau menggunakan media gambar dan video dianggap tidak memiliki dosa yang berat karena bukan hubungan seksual secara langsung,” ucap Martini.
Akademikus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Milda Istiqomah, menilai kejahatan konten pornografi anak juga kerap berkelindan dengan kejahatan transnasional lain. Berdasarkan pengamatan Milda, para produsen video dan foto terlarang itu merupakan jaringan yang juga terlibat dalam perdagangan narkoba, senjata ilegal, serta perdagangan manusia lintas negara. Kelompok terorganisasi itu menjalankan bisnisnya melalui dunia maya.

Selain itu, menurut Milda, kenaikan perdagangan konten pornografi anak ditopang oleh keberadaan mata uang digital. Keuntungan dari bisnis ilegal itu disamarkan melalui aset digital atau bisnis palsu agar tidak terdeteksi aparat penegak hukum.
“Penggunaan mata uang digital, seperti kripto, juga mempermudah transaksi tanpa jejak,” katanya.

Martini menambahkan, dalam berbagai kasus perdagangan manusia, anak-anak tak hanya dijual dalam bisnis prostitusi secara langsung, melainkan juga dieksploitasi dalam pembuatan konten-konten pornografi. Dalam praktik itu, anak-anak juga diberi obat-obatan terlarang agar lebih mudah dikontrol. “Ini seperti lingkaran setan. Anak-anak perempuan korban perdagangan manusia juga rentan diperdagangkan,” ujarnya.

SUMBER: TEMPO

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *