Merti Bumi Warisan Hidup Mbah Dukut

Sekali produksi, Mbah Dukut bisa menghasilkan 100 liter pupuk cair untuk kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman/dok.ysp/2025

Karanganyar (JATENG) SUARAPANCASILA.ID – Sore itu, langit mendung tipis menggantung di atas Dusun Geneng, Plesungan, Karangpandan. Aroma tanah basah bercampur dengan wangi rerumputan, menciptakan suasana pedesaan yang menenangkan. Di kejauhan, suara ayam dan burung bersahutan, menambah kedamaian suasana.

Di sebuah rumah sederhana dengan kolam kecil yang airnya gemericik, seorang pria sepuh melangkah keluar. Dengan celana pendek hitam dan kaos putih lusuh, penampilannya mencerminkan kesederhanaan seorang petani. Dialah Mbah Dukut, sosok yang dihormati di dusun ini.

Di balik kerutan wajahnya, mata Mbah Dukut memancarkan semangat seorang petani yang gigih. Dukut Nyoto Pawiro, nama lengkapnya, telah berusia 80 tahun. Namun, semangatnya untuk bertani secara organik tak pernah pudar. “Abdi Bumilestari,” ucapnya, menyebut nama kelompok tani yang didirikannya. Baginya, mengabdi pada tanah berarti menjaga kesehatannya, agar tanaman tumbuh subur dan memberikan manfaat bagi manusia.

Bacaan Lainnya

“Kalau tanahnya sehat, manusianya juga sehat,” ujarnya dengan tatapan menerawang.

Kesadaran ini muncul dari pengalaman pribadinya. Setelah jatuh sakit bertahun-tahun lalu, Mbah Dukut menyadari pentingnya makanan sehat. Ia mulai mencari cara untuk menanam tanpa meninggalkan residu berbahaya bagi tubuh. “Saya memilih menanam yang sehat, agar hasilnya juga menyehatkan,” kenangnya.

Perjalanan belajarnya tentang pertanian organik sangat panjang. Dari Jember hingga ITB Bogor, ia terus menambah ilmu dan pengalaman. Setiap perjalanan adalah kesempatan untuk belajar dan memperkuat keyakinannya bahwa pertanian organik adalah jalan hidupnya.

Tanaman cabai menggunakan pupuk organik tang dikelola Mbah Dukut

Titik balik terjadi pada tahun 2008. Mbah Dukut mulai meracik pupuk organik sendiri. Dengan tangannya yang keriput, ia mengolah bahan-bahan sederhana seperti urin kelinci, tetes tebu, remah ikan teri, dan kotoran ternak. Semua difermentasi menggunakan teknik MOL (Mikroorganisme Lokal) yang dipelajarinya dari petani lain. Dari sinilah lahir pupuk cair dan padat yang menjaga kesuburan tanahnya. “Urin kelinci itu yang paling bagus,” katanya sambil tertawa kecil, seolah membocorkan rahasia.

Hasilnya memuaskan. Panennya tetap stabil, bahkan tak kalah dengan sawah yang menggunakan pupuk kimia. Bedanya, tanah menjadi lebih gembur, tanaman lebih kuat, dan kesehatannya pun terjaga. “Alhamdulillah, saya jarang sakit lagi. Kalaupun pakai pupuk kimia, itu sedikit sekali,” ujarnya.

Setelah bertahun-tahun menggunakan pupuk organik untuk padi dan sayuran, hasilnya tak kalah dengan yang non-organik. Ia menanam padi merah, padi hitam, dan mentik susu. “Nasinya pulen, tidak keras,” katanya. Selain itu, sayur dan cabai juga tumbuh subur.

Rutinitasnya sederhana: bangun pagi, pergi ke sawah, memeriksa tanaman, dan menyiapkan pupuk cair. Seminggu setelah padi ditanam,ia menyemprotkan pupuk cair setiap minggu hingga empat kali. Setelah tanaman berumur 50 hari, interval penyemprotan diperpanjang menjadi dua minggu sekali. Saat padi mulai bunting, ia menambahkan nutrisi khusus racikannya sendiri.

Lebih dari 15 tahun beralih ke organik, Mbah Dukut tetap teguh pada prinsipnya. Baginya, bertani bukan hanya tentang panen, tetapi tentang merawat kehidupan. “Kalau kita ingin sehat, jangan meracuni tanah. Tanah itu ibu kehidupan. Petani bukan hanya mencari hasil, tapi menjaga warisan bumi. Organik itu bukan sekadar tren, ini kebutuhan hidup,” tegasnya.

Mbah Dukut memaknai pertanian organik sebagai jalan hidup yang holistik. Tanah, air, udara, dan manusia adalah satu kesatuan. Meracuni tanah berarti merusak tanaman dan kesehatan manusia. Sebaliknya, merawat tanah dengan kesadaran akan memulihkan keseimbangan alam, memberikan kehidupan yang sehat bagi tanaman dan manusia. “Organik itu bukan hanya soal sawah, tapi soal hidup,” ucapnya dengan nada lirih.

Hamparan padi milik Mbah Dukut yang menggunakan pupuk organik

Kisah Mbah Dukut adalah tentang pengabdian seorang petani yang setia pada tanah demi kesehatan manusia dan kelestarian alam. Dari Dusun Geneng, Plesungan, Karangpandan, pengabdiannya terus berlanjut, seperti hujan yang menyuburkan bumi, mewariskan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

(Denny.W)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *