LUBUK LINGGAU (SUMSEL) SUARAPANCASILA.ID – Anggaran negara yang seharusnya menyejahterakan rakyat kini menjadi sorotan tajam di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan! Pemerintah Kota Lubuklinggau mengucurkan ratusan juta rupiah dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk proyek rehabilitasi jalan dan drainase. Namun, di balik kucuran dana segar ini, muncul aroma kontroversi yang menghebohkan, khususnya terkait pengelolaan proyek dan penunjukan Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas).
RT hanya mengusulkan dan menerima hasil.
Ketua RT Lima Kelurahan Lubuk Aman, Zairin angkat bicara dan membenarkan bahwa wilayahnya mendapat jatah perbaikan. Namun, pengakuannya mengejutkan!
“Iya di RT kami bangunannya rehap jalan dan drainase, tapi yang mengelolanya itu adalah Pokmas sendiri. Saya hanya mengusulkan dan menerima saja hasilnya karena saya tidak terlibat langsung,” ungkap Zairin dengan nada miris, Senin (3-11-2025).
Lebih parah lagi, Zairin menuding keterlibatan warga lokal dalam pekerjaan proyek sangat minim. “Warga saya saja yang ikut kerja itu hanya orang dua, selebihnya saya tidak tahu. Karena yang mengerjakan semuanya Ketua Pokmas, termasuk pembelian material itu mereka semua,” tambahnya, seolah menegaskan penguasaan penuh proyek oleh Pokmas.
Lurah tertuduh tunjuk langsung ketua Pokmas baru.
Titik didih kontroversi ini semakin panas terkait mekanisme penunjukan Ketua Pokmas yang baru. Zairin secara blak-blakan menyebutkan adanya perbedaan mencolok dari tahun sebelumnya (2023).
“Kami diundang oleh Ibu Lurah ke kantor. Tapi yang memilih Ketua Pokmas itu Ibu Lurah langsung. Saya hanya menandatangani saja. Memang penunjukan Ketua Pokmas tahun ini agak berbeda dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2023. Ketua Pokmas kami yang baru ini adalah Peri,” tegas Zairin, menyiratkan adanya hak prerogatif sepihak yang tidak melibatkan musyawarah mufakat.
Ketua Pokmas RT tidak boleh ikut serta.
Di lokasi kegiatan, Ketua Pokmas yang baru, Peri, membela diri dan menjelaskan perannya. “Kalau mengenai tata cara yang dikerja Pokmas itu berdasarkan usulan dari RT masing-masing. Kalau RT tidak boleh ikut serta. Pokmas itu kan kelompok masyarakat, kalau mereka (RT) itu kan mitra dari pemerintah. Apalagi RT itu kan ada insentif dari pemerintah. Pertanggung jawabannya pun Pokmas itu sendiri bukan RT,” ujar Peri, seolah membuat ‘garis batas’ tegas antara Pokmas dan RT.
Peri juga menyentil isu penunjukannya di tengah ‘kebingungan’ Lurah setelah kelurahan tidak mengambil anggaran DAU pada 2024. Dia mengklaim proses pembentukannya sudah sesuai formalitas dan memenuhi standar legalitas.
“Kalau menurut saya, proses pembentukan Pokmas ini sesuai dengan pormil, tidak ada masalah… Kalaupun mungkin ada persoalan internal, tentunya dana ini tidak mungkin dicairkan,” pungkas Peri, mencoba meredam isu miring penunjukan dirinya.
Pertanyaan besar yang kini menghantui: Benarkah RT hanya menjadi ‘stempel’ pengesahan tanpa kekuatan kontrol ? Mengapa mekanisme penunjukan Ketua Pokmas berubah drastis? Dan seberapa transparan ratusan juta DAU ini dikelola di bawah bayang-bayang dugaan ‘penguasaan’ Pokmas ?.










