SAWAHLUNTO, SUARAPANCASULA.ID -Dalam rangka menyambut dan menyemarakkan tahun baru Islam pada tahun ini, Paguyuban Ki Sapujagad kembali mengadakan kegiatan untuk menyambut tahun baru Islam1 Muharam 1446 H dan Grebek Suro.
Kegiatan ini diadakan pada puncak acara yang dilaksanakan pada tgl 7 juli 2024, berlokasi di lapangan segitiga Kota Sawahlunto, acara dibuka langsung oleh Sekdako Sawahlunto, DR. Dr. Ambun Kadri, Skm dan juga dihadiri oleh Kadis Kebudayaan dan Permusiuman H. Hilmed, Ketua pembina paguyuban H Ismed SH, Ketua Baznas Kota Sawahlunto Edrizon Efendi, Sesepuh dan Pinisepuh, Komunitas motor, Elemen Ormas dan para undangan lain nya.
Dalam pembukakan acara Sekdako sangat mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan secara mandiri ini, akan tetap di laksanakan setiap tahunnya, dan dikembangkan sebagai salah satu budaya Kota Sawahlunto.
Kegiatan yang dilakukan di Kota Sawahlunto dengan konsep pembauran etnis terlihat ribuan warga berebut 2 gunungan buah dan sayuran di Lapangan Segitiga. Ribuan pasang mata warga kota menyaksikan ritual Grebek Suro tersebut yang di arak mulai dari Kelurahan Air Dingin terus mengitari pusat kota tua Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) Kelurahan Pasar, dan berhenti di Lapangan Segitiga, hingga akhirnya masyarakat berebut gunungan buah yang diarak warga.
Menurut Iwan Darmawan sekaku pimpinan paguyuban kepada awak media pihaknya sudah melakukan 8 kali ritual budaya Grebek Suro dalam setiap memperingati tahun baru Islam 1446 Hijriyah.
Namun yang dilakukan saat ini berkonsep multi etnis melibatkan etnis Jawa, Minangkabau, Mandailing, dan Batak.
“Kami di Sawahlunto sudah tidak asing sebagai sebuah komunitas masyarakat yang terbentuk dari pembauran dari etnis Minang, Jawa, Batak, Mandailing, Sunda, Tionghoa, bahkan masih ada yang berdarah Belanda.” Ungkap Iwan yang getol mempertahankan nilai-nilai budaya lokal yang unik. Inilah Sawahlunto.
” Ungkap Iwan dalam bahasa Tangsi penuh semangat. Dalam hal ini Iwan Darmawan saat melakukan ritual membersihkan benda pusaka yang dimilikinya secara turun temurun dari leluhurnya.
Kegiatan ini menurut Iwan merupakan sebuah upaya pelestarian nilai-nilai budaya tangsi dan masyarakat lokal yang berkembang karena adanya pembauran komunitas berbagai etnis di Kota Sawahlunto sebagai sebuah kota yang unik, yang lahir dari rahim campuran suku bangsa dari sebuah warisan penambangan batubara Ombilin.
Disebutkan Iwan, untuk menggelar festival Muharam dan Grebek Suro ini butuh waktu 90 hari lalu dilakukan zikir bersama, diawali dengan pengikatan bambu kuning dengan kain merah yang melambangkan kesuksesan dan kemakmuran sebagaimana dikatakan para tetua atau sepuh dari etnis Jawa.
Kemudian bambu kuning yang sudah dilapisi kain merah di ikatkan ditengah-tengah tiang penyangga gunungan buah.
Pada malam ke 97 buah-buahan seperti mangga, pepaya, sayuran, dan berbagai macam hasil bumi di gantung di gunungan buah setelah dicuci dengan air 9 masjid yang ada di lokal Sawahlunto. Hal ini mengandung makna sebagai bentuk u berbagi rezeki kepada masyarakat.
Iwan Darmawan merupakan keturunan orang rantai berasal dari Pati, Jawa Tengah. Orang Rantai merupakan sebutan bagi pekerja paksa yang digunakan Belanda dalam keadaan kaki dirantai untuk mengeksplorasi dan eksploitasi penambangan batubara tambang Ombilin di Sawahlunto di awal mulainya penambangan tambang bawah tanah tambang Ombilin di tahun 1892.
Paguyuban Kesenian Ki Sapu Jagad yang didirikannya tidak hanya sebatas menggelar event tahunan seperti Grebek Suro, tetapi juga dalam bentuk kesenian lain seperti kuda kepang, teater, band, keroncong, festival kota tua dan pameran barang antik. Lainnya, turut melayani bisnis kebutuhan tenda untuk kegiatan pesta pernikahan.
Iwan berharap, festival Muharam tidak hanya dilakukan komunitasnya, tetapi bisa berkembang hingga ke 27 Desa dan 10 Kelurahan yang ada di 4 Kecamatan di Kota Sawahlunto. Sebagai salah satu bentuk kepedulian dalam mempertahankan nilai religi yang sudah mengakar di masyarakat Muslim dan warga Kota Sawahlunto.
Meskipun sebagian orang menganggap kegiatan ini kecil, tapi besar bagi masyarakat Sawahlunto yg merasakan berkahnya berbagi. Insya Allah kita bertemu lagi tahun depan tandas nya (*)
