TEGAL (JATENG), SUARAPANCASILA.ID- Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Tegal mengadakan Diskusi Umum yang dilanjutkan dengan Mimbar Bebas pada hari kamis 12 Desember di Gedung DPD KNPI Kabupaten Tegal. Acara ini digelar dalam rangka memperingati hari anti korupsi sekaligus hari Hak Asasi Internasional Sedunia.
Dalam acara yang bertemakan “Peran Pemuda Dalam Memperkuat Demokrasi: Melawan Korupsi dan Menegakan HAM” itu DPC GMNI Tegal kolaborasi dengan DPC GMNI Kabupaten Tegal dan Brebes. Hadir dalam kesempatan itu, perwakilan DPD GMNI Jawa Tengah, Sarinah Adis Tiara Melva Sofiyahya.
Ketua DPC GMNI Kabupaten Tegal, Agung Handaya menyebut, iklim demokrasi akhir-akhir ini penuh dengan berbagai macam perilaku koruptif oknum oknum pemerintah serta pelanggaran HAM. Menurutnya, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk menentukan arah kedepan sebuah negara yang melaksanakan sistem ini.
“Sejarah terbentuknya salah satu sistem pemerintahan yang disebut sebut sebagai yang lebih adil dari pada alternatif lainnya ini bermula pada era Yunani Kuno. Di mana hanya kaum lelaki yang hanya bisa berperan dalam pengambilan keputusan. Tidak bagi kaum budak dan perempuan,” ungkap Agung.
“Pada era Roma Kuno, Roma mempunyai unsur demokrasi melalui pemilihan pejabat dan senat, namun sistem pemerintahannya lebih bersifat Republik. Namun, beberapa elemen demokrasi, seperti pemilihan pejabat dan pemeriksaan kekuasaan, didasarkan pada tradisi Yunani. Namun sistem ini juga dibatasi oleh kesenjangan antar kelas sosial,” lanjutnya.
Agung menuturkan, demokrasi di Abad Pertengahan mengalami kemunduran di Eropa ketika Gereja dan monarki absolut memegang kekuasaan. Bahkan ketika ada bentuk parlemen perwakilan (seperti di Inggris dengan Magna Carta tahun 1215), hal ini masih mencerminkan pemilihan elit dibandingkan sistem demokrasi inklusif.
“Namun seiring perkembangan dari pada demokrasi itu sendiri, akhirnya sang waktu menantang ketangkasan dari pada demokrasi. Salah satu tantangan yang muncul pada sistem demokrasi yaitu Tirani Mayoritas. Karena demokrasi memang kerap mengambil keputusan berdasarkan suara mayoritas, sehingga tak jarang mengabaikan kelompok minoritas yang hidup disuatu sistem pemerintahan demokrasi berjalan,”tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPC GMNI Kota Tegal yaitu Ramadhani Syazali Sira menyampaikan, banyak kasus pelanggaran HAM yang begitu cepatnya dilupakan bangsa ini. bagai angin lalu. Apabila demokrasi tak berjalan ideal, lanjutnya, itu karena masih banyak korupsi yang berdampak pada pelanggaran HAM di Indonesia.
“Soal realitas demokrasi saat ini, sudah berevolusi menurut pandangannya, di mana tak lagi hanya bermodalkan uang. Namun bermodalkan pula popularitas,” ucap Ramdhani.
Kemudian, Izal Baehaqi menekankan, soal esensi demokrasi yang ideal, yang di mana kondisi di Indonesia saat ini makin jauh. Seperti halnya pada bagian HAM, Izal menyatakan, penindakan pelanggaran HAM berat hanya menjadi janji manis saat kampanye saja, selebihnya tidak ada upaya serius dalam menindaklanjutinya.
Kemudian diisi pula oleh salah Bung Sri Hono Wiharto, S.Sos yang merupakan senior kenamaan asal Kabupaten Tegal yang sempat menjabat di Purwokerto pada masanya. Pada hari itu Bung Hono menjelaskan sejarah panjang tentang demokrasi di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga pada era ini. Tak luput pula ia menjabarkan soal soal pelanggaran HAM serta kasus kasus korupsi yang mengikutinya. Ia juga berpesan untuk kaum muda untuk tak memaklumi perilaku korupsi walau itu kecil.
Hari itu ditutup dengan pelaksanaan mimbar bebas di halaman depan GOR Trisanja, dengan sejumlah perwakilan dari peserta mengeluarkan secercah keresahan dalam berbagai macam gaya. Ada yang melalui orasi, berpuisi, serta adapula yang bernyanyi.
Diskusi dan mimbar bebas yang laksanakan oleh tiga cabang ini mengharapkan bahwa di hari HAM dan Anti Korupsi ini, bisa menjadi ajang refleksi, koreksi serta aksi. Dalam upaya menuju Indonesia yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Serta keadilan ditegakan secara merata tanpa pandang kelas sosial, guna meminimalisir terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang tidak diinginkan di kemudian hari. Dan bermuara pada terwujudnya sistim demokrasi yang adil dan bisa dirasakan semua elemen masyarakat.