Ramai Second-hand Embarrassment usai Debat Cawapres, Dokter Jiwa Ungkap Pemicunya

Jakarta – Psikiater dr Lahargo Kembaren ikut berkomentar terkait istilah second hand embarrassment yang belakangan ramai di media sosial pasca debat calon wakil presiden (cawapres). Istilah ini disematkan pada gaya debat cawapres yang dinilai ‘gimmick’ atau keluar dari konteks.
dr Lahargo memastikan second hand embarrassment sebetulnya bukan termasuk masalah psikologis dan wajar terjadi lantaran manusia memiliki empati. Artinya, apa yang dialami seseorang bisa berdampak pada lingkungan terdekat atau sekitarnya.

“Second-hand embarrassment adalah ketika seseorang secara personal merasa malu, tidak nyaman, atau bersalah ketika menyaksikan sikap dan perilaku orang lain yang memang memalukan atau berperilaku negatif. Ini sebetulnya hanya istilah di masyarakat,” beber dr Lahargo saat dihubungi detikcom, Senin (22/1/2024).

“Meskipun kita bukan merupakan bagian dari proses tersebut dan tidak memiliki hubungan yang cukup erat dengan orang yg melakukan perilaku memalukan tersebut tapi kita tetap bisa merasakan perasaan yang tidak nyaman,” sambungnya.

Bacaan Lainnya

Hal yang memicu masalah psikologis ketika second-hand embarrassment berujung stres, cemas, sampai mengganggu keseharian.
dr Lahargo menjelaskan otak memiliki bagian yang berfungsi sebagai analisis situasi, yakni bagian pre frontal cortex. Diikuti dengan bagian amygdala yang berperan sebagai pengelolaan emosi.

Karenanya, ketika seseorang menangkap situasi tidak nyaman dengan panca indera, sinyal tersebut diteruskan ke pusat emosi sehingga menghasilkan hormon stres yakni kortisol yang memicu pikiran, perasaan, sampai tubuh menjadi tidak nyaman.

“Manusia punya kemampuan empati, yaitu merasakan apa yang mungkin dialami dan dirasakan oleh orang lain. Sehingga saat ada orang lain yang melakukan perilaku memalukan, maka kita pun akan merasakan hal yang sama bila berada di posisinya,” tutur dr Lahargo.

“Hal ini akan semakin terasa bila orang yang dr Lahargo menjelaskan otak memiliki bagian yang berfungsi sebagai analisis situasi, yakni bagian pre frontal cortex. Diikuti dengan bagian amygdala yang berperan sebagai pengelolaan emosi.

Karenanya, ketika seseorang menangkap situasi tidak nyaman dengan panca indera, sinyal tersebut diteruskan ke pusat emosi sehingga menghasilkan hormon stres yakni kortisol yang memicu pikiran, perasaan, sampai tubuh menjadi tidak nyaman.

“Manusia punya kemampuan empati, yaitu merasakan apa yang mungkin dialami dan dirasakan oleh orang lain. Sehingga saat ada orang lain yang melakukan perilaku memalukan, maka kita pun akan merasakan hal yang sama bila berada di posisinya,” tutur dr Lahargo.

“Hal ini akan semakin terasa bila orang yang Sejumlah cara yang disarankan untuk menghindari kemungkinan stres sampai cemas pasca mengalami second hand embarrassment.

“Pertama, berhenti memperhatikan hal yang memalukan tersebut, termasuk berhenti membaca atau menonton berulang ulang berita tersebut,” sorotnya.

Langkah kedua yang bisa dilakukan adalah mengatur napas. Otomatis hal ini bisa membuat seseorang menjadi lebih relaks lantaran saraf parasimpatis tengah bekerja.

Jangan lupa untuk melakukan observasi, atau memperhatikan keadaan sekeliling. Hal semacam ini dinamakan teknik grounding.

“Lihat benda benda yang ada di sekitar kita, dengarkan suara yang ada di dekat kita, hirup udara segar, pegang dan rasakan permukaan benda dengan telapak tangan, serta kecap makanan minuman yg masuk ke mulut kita.”

Terakhir, cobalah mencerna secara rasional apa yang terjadi dan yang dirasakan saat mengalami second-hand embarrassment bukan hal yang diri sendiri dialami.

Naf/kna

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *