Jakarta – Berkumpul dengan teman sebaya tentu menyenangkan, terlebih jika memiliki kegemaran dan minat yang sama. Di kalangan remaja, circle pertemanan seperti ini kerap dikenal dengan istilah ‘geng’ atau ‘gank’.
Di kalangan anak remaja, memiliki geng merupakan hal yang umum dilakukan. Akan tetapi, stigma masyarakat terhadap geng seringkali dikaitkan dengan hal yang buruk. Seperti tawuran, geng motor, bullying, dan kelompok kriminal lainnya.
Namun, tidak selamanya geng harus diartikan sebagai perkumpulan anak remaja yang berprilaku buruk. Ada juga geng yang justru memberikan dampak baik bagi anggotanya.
Seperti dikisahkan Azkia (20), seorang pekerja kantoran di Jakarta Selatan. Semasa SMA, ia mengaku punya geng bernama Kita Family (KF). Ia merasa, bergabung dalam geng KF bisa membuat masa-masa sekolahnya menjadi lebih menyenangkan dengan dihiasi banyak kenangan indah.
“Walaupun berantem mulu, tapi ya memorinya itu sih. Karena kadang kan lebih banyak serunya juga. Ngisi hari-hari di SMA,” ungkapnya pada tim detikcom, Rabu (21/2/2023).
Kegiatan yang dilakukan pun hanya sekedar berkumpul untuk bercengkrama dan mengisi waktu senggang ketika di dalam dan di luar sekolah.
“Kita itu biasanya kan kalo sekolah ngumpulnya pas istirahat, misalnya ke kantin barengan. Terus misalnya pulang sekolah, kita biasanya ngumpul di satu rumah temen yang sering dijadiin base camp,” tambahnya.
Baca juga:
Cerita Mereka yang Pernah Di-bully, Jadi Insecure hingga Tak Enak Makan
Sama halnya dengan Zalfa (20), seorang mahasiswa di salah satu kampus negeri di Serang. Saat ini ia tergabung dalam sebuah geng yang disebutnya ‘Kostan Geng’. Kostan Geng terbentuk dengan sendirinya dari sekumpulan mahasiswa yang indekos di beberapa lokasi yang berdekatan.
“Manfaat dari bergabung dalam satu kelompok sih paling relasi sih. Terus sering saling ingetin juga soal tugas dan kalo nggak kuliah bisa titip absen,” tuturnya.
Sama seperti si Kita Family, remaja yang tergabung Kostan Geng kerap menghabiskan waktu luang bersama dengan menyantap jajan atau sekedar bercengkrama.
“Kalo lagi kumpul yang utama pasti nyari makan. Terus misalkan abis pulang dari kotanya masing-masing tuh bawa makanan (oleh-oleh). Nanti kita ngumpul di satu kostan untuk makan bareng. Ya, kayak biasa aja ngobrol-ngobrol,” jelas Zalfa.
Ibrahim (21) seorang mahasiswa magang di Jakarta Selatan, juga pernah tergabung juga dalam suatu geng ketika di SMA dan di kampus.
“Kalo pas SMA sih nama gengnya CIK, gabungan dari nama depan anggotanya. Kalo di kuliahan itu namanya BCA,” ungkap Ibrahim.
Ibrahim sendiri merasa dengan tergabung dalam suatu geng, dapat menghilangkan rasa bosan karena dapat berkumpul dengan teman sebayanya saat waktu luang.
“Biasanya kalo ketemu geng kuliah tu ya full main aja. Entah itu ngerayain ulang tahun temen atau sekedar kumpul bareng, jadi kayak bawa makanan masing-masing gitu sih,” tambahnya.
Pinkan (20) seorang mahasiswa asal UPI, juga memiliki kelompok pertemanan kampus bernama Apa Itu Tidur. Dimana ia sendiri merasa perlu masuk ke dalam suatu kelompok untuk menambah relasi pertemanan yang dapat diandalkan.
“Nambah relasi juga. Kayak semisal lu butuh, gua ada gitu,” ungkapnya.
(up/up)