Soekarno Muda Hidup Menderita, Pernah Dipukuli Teman Sekolah

 

Kasus pemukulan saat masa sekolah juga pernah dialami oleh Presiden Soekarno di masa muda. Hanya saja, kejadian ini berlangsung di bawah rezim kolonialisme yang memang kental dengan nuansa diskriminasi dan rasial terhadap pribumi.
Kasus ini terjadi saat Soekarno bersekolah di Hogere Burgerschool (HBS) sekitar tahun 1915. HBS termasuk sekolah lanjutan menengah yang ditempuh dalam waktu 3 tahun dan hanya diperuntukkan untuk orang Eropa dan bangsawan Pribumi. Soekarno memang salah satu orang Indonesia cukup beruntung saat itu karena bisa bersekolah. Pasalnya, sekolah jadi sesuatu yang mahal dan berharga, sehingga tak semua orang bisa menempuhnya.

Pada saat bersekolah inilah, Soekarno yang berasal dari kaum pribumi dianggap sebelah mata oleh guru dan teman-temannya yang mayoritas berkulit putih. Terlebih, Soekarno termasuk orang yang kritis. Dia tak segan melawan sistem sekolah yang berlaku, seperti menolak menggunakan bahasa Belanda dan lebih mendorong bahasa Indonesia.
Atas dasar inilah, dia tak punya teman sekolah. Murid berkulit putih lain menjauhi dan tak mau bermain dengan orang yang kelak jadi presiden Indonesia itu. Hinaan dan cacian sudah jadi makanan sehari-hari Soekarno saat bersekolah.
Nilai yang diberikan dari guru ke Soekarno pun juga berbeda. Dia dan mayoritas teman dari pribumi seringkali diberikan nilai jelek hanya karena bukan orang kulit putih. Bahkan, teman-temannya juga dengan sengaja dan tanpa alasan ingin melukai Soekarno begitu saja.

Bacaan Lainnya

“Mereka pun berusaha agar hidung kami (murid pribumi) selalu berdarah,” kenang Soekarno dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat (1966).

Pernah juga suatu hari Soekarno ingin masuk kelas, tetapi tiba-tiba ada murid lain yang menghalangi langkah dan mengejek dengan pernyataan menggores hati: “Minggir, anak inlander!,” Inlander adalah sebutan bagi kaum pribumi.
Soekarno yang tak mau minggir lantas dipukuli hingga babak belur. Perkelahian pun terjadi. Namun, tetap saja Soekarno yang kalah. Dan, kejadian ini tak berlangsung 1-2 kali saja, melainkan setiap hari. Jadi, setiap hari pula Soekarno berdarah-darah.
Beruntung, Soekarno bisa melewati masa-masa itu semua meski kerap kali menelan pil pahit. Setelahnya, dia lanjut sekolah di Bandung, tepatnya perguruan tinggi yang kini disebut ITB. Kini, semua orang mengetahui bahwa pria yang pernah hidup menderita dan dipukuli teman sekolah itu di masa depan jadi Presiden Indonesia.

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *