Wakil Menteri Dzulfikar Ahmad Tawalla Beri Pencerahan Pada Pengajian Ramadhan Muhammadiyah Riau

PEKANBARU (RIAU), SUARAPANCASILA.ID – Pengajian Ramadhan sekaligus Silaturrahim Pimpinan Cabang Muhammadiyah se Riau yang ditaja oleh Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Riau menghadirkan Wakil Menteri (Wamen) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Dzulfikar Ahmad Tawalla, M.I.Kom., sebagai narasumber.

Dalam kesempatan tersebut, ia membawakan materi bertema “Peran Ormas sebagai Mitra Pemberdayaan dan Pengawasan Pekerja Migran Indonesia”. Kegiatan ini berlangsung di Auditorium Kampus Utama Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) pada Jumat (7/3/2025) sore.

Pemaparan materi oleh Wamen Dzulfikar Ahmad Tawalla, disampaikan dihadapan ratusan peserta yang merupakan unsur dari PW Muhammadiyah Riau, Pimpinan Daerah dan Cabang Muhammadiyah se-Riau, Civitas Akademika Umri, Pimpinan Majelis, Lembaga dan Organisasi Otonom Muhammadiyah Tingkat Wilayah Riau, serta warga Muhammadiyah lainnya.

Bacaan Lainnya

Dalam pemaparannya, Dzulfikar Ahmad Tawalla menjelaskan bahwa Kementerian PPMI memiliki dua skema utama dalam penempatan pekerja migran, yaitu Government to Government (G2G) dan Private to Private (P to P). Saat ini, sekitar 90% pekerja migran Indonesia tersebar di 10 negara, dengan Malaysia menjadi negara tujuan utama.

Ia menekankan bahwa organisasi masyarakat (ormas), termasuk Muhammadiyah, memiliki peran strategis dalam menyiapkan pekerja migran sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Salah satu aspek paling krusial adalah persiapan bahasa, terutama bagi pekerja yang akan memasuki sektor formal.

“Dari seratus jenis jabatan yang tersedia bagi pekerja migran Indonesia, sekitar 36 jabatan masuk dalam kategori kebutuhan utama. Namun, 80% di antaranya masih didominasi oleh sektor informal. Di sektor formal, penguasaan bahasa menjadi faktor kunci agar pekerja dapat beradaptasi dan sukses di negara tujuan.

Tidak semua orang yang berangkat ke luar negeri bisa bertahan dan memiliki masa depan yang lebih baik saat kembali ke tanah air. Oleh karena itu, pembekalan keterampilan menjadi sangat penting,” jelasnya.

Dzulfikar juga berharap Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) khusus Umri dapat mengambil peran dalam membantu mempersiapkan tenaga kerja migran yang berkualitas. Ia mencontohkan program Alumni Talent yang telah dijalankan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebagai salah satu inisiatif yang dapat diterapkan.

“Saya harap Umri bisa menyiapkan skema strategis agar para alumninya dapat bekerja di luar negeri dengan persiapan yang lebih matang,” ujarnya.

Dalam diskusi tersebut, Wakil Menteri PPMI juga menanggapi fenomena #KaburAjaDulu yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Menurutnya, isu ketenagakerjaan merupakan persoalan kompleks yang harus dilihat dalam konteks situasi global saat ini.

Ia menyampaikan bahwa mereka yang ingin bekerja di luar negeri harus siap untuk meninggalkan F-4, yaitu Food (makanan), Friends (teman), Family (keluarga), dan Fashion (gaya hidup). Dzulfikar juga menekankan bahwa kesiapan mental, keterampilan, dan pendidikan yang baik menjadi faktor penting bagi pekerja migran agar dapat bertahan dan berkembang di negara tujuan.

“Kepentingan kita adalah bagaimana menyiapkan calon pekerja yang memiliki keterampilan yang mumpuni. Saat ini, kita menghadapi tantangan berupa perlambatan pertumbuhan penduduk dan persaingan tenaga kerja global yang semakin ketat. Dan saya berharap Umri dapat menjadi lembaga yang berperan dalam mempersiapkan calon pekerja yang well-educated agar memiliki peluang dan daya saing lebih baik di luar negeri,” ujarnya.

Selain membahas isu pekerja migran, Dzulfikar juga menyoroti peran Muhammadiyah dalam membangun sistem ekonomi berbasis nilai-nilai Islam. Menurutnya, kekuatan ekonomi Muhammadiyah terletak pada konsep belas kasih, di mana gerakan ekonomi yang dibangun tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga pada kesejahteraan umat.

Ia juga menegaskan bahwa Muhammadiyah memiliki sejarah panjang dalam dinamika politik Indonesia, yang turut berkontribusi dalam pembentukan sistem ekonomi berbasis keumatan.

“Ketiga aspek ini — ekonomi, politik, dan Pendidikan — menjadi pilar utama yang membentuk Muhammadiyah hingga saat ini. Pada akhirnya, semua itu bermuara pada penguatan ekonomi umat,” paparnya.

Sebagai penutup, Dzulfikar menyampaikan sebuah pesan dari para ulama tentang pentingnya ilmu dalam kehidupan seseorang.

“Para ulama berpesan, tidak ada satu pun negara bagi orang-orang yang jahil. Namun, bagi orang-orang yang berilmu, mereka tidak akan merasa terasing di mana pun mereka berada,” tutupnya.

Dengan adanya diskusi ini, diharapkan Muhammadiyah, khususnya Umri, dapat terus berkontribusi dalam pengembangan sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan global, termasuk dalam sektor pekerja migran. (Rls)

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *