Pelaihari(KALSEL), SUARA PANCASILA.ID – Suasana pagi di Aula Sanggar Seni Desa Panjaratan, RT 06/02, Kecamatan Pelaihari, pada Jumat, 24 Oktober 2025, terasa hangat sekaligus penuh makna. Tepat pukul 09.00 WITA, para tokoh masyarakat, perangkat desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta masyarakat yang di undang berkumpul untuk membahas Rancangan Peraturan Desa (Perdes) yang akan menjadi dasar pengelolaan berbagai aspek kehidupan warga — mulai dari lingkungan, pertanian, hingga pariwisata.
Musyawarah ini menjadi ruang penting bagi masyarakat Panjaratan untuk menyuarakan aspirasi dan merumuskan arah kebijakan desa secara bersama. Dalam forum yang berlangsung terbuka dan dinamis itu, muncul berbagai pandangan kritis yang menggambarkan semangat masyarakat untuk membangun desa secara transparan dan berkelanjutan.
Salah satu masukan tegas datang dari Jumairi, tokoh masyarakat Desa Panjaratan. Ia menyoroti pentingnya peran pengawasan BPD dalam setiap kegiatan pembangunan yang menggunakan dana desa.
“Untuk BPD, pengawasannya harus lebih dipertajam lagi. Lihat dengan cermat proyek-proyek desa, apakah sudah sesuai rencana atau belum. Kalau kualitasnya tidak bagus, ganti saja tim pekerja nya,” tegas Jumairi, disambut anggukan beberapa peserta rapat.
Diskusi berlanjut ke sektor pariwisata. Seorang pendamping desa sempat menyinggung kurangnya promosi wisata Panjaratan. Namun, pandangan itu segera ditanggapi oleh Asmani, Ketua Karang Taruna, Pengurus Pokdarwis sekaligus tokoh pemuda yang aktif dalam kegiatan pariwisata desa.
“Pokdarwis(Kelompok Sadar Wisata) Panjaratan selalu aktif dalam promosi wisata. Wisata susur sungai yang kami kembangkan bukan wisata umum, tapi wisata minat khusus dan edukatif. Jadi tidak bisa disamakan dengan jenis wisata lainnya,” jelas Asmani dengan nada tegas namun berimbang.
Sebagai tokoh muda yang dikenal peduli terhadap kelestarian lingkungan, Asmani juga mengusulkan agar pemerintah desa segera menetapkan aturan perlindungan alam melalui peraturan desa.
“Saya usulkan agar dibuat Perdes yang melarang menebang pohon dalam radius 200 meter dari bibir sungai. Peraturan ini penting dan harus segera direalisasikan,” ungkapnya lantang.
Ia juga menyoroti sektor pertanian yang kerap menghadapi kendala akibat praktik penanaman yang tidak sesuai.
“Untuk pertanian, jangan ada pohon yang ditanam di tanggul sawah. Itu menghambat mobilisasi dan kegiatan pertanian warga,” tambahnya.
Tak hanya itu, Asmani turut menekankan pentingnya pengaturan di bidang perikanan agar hasil tangkap dan budidaya ikan di Panjaratan bisa lebih terarah dan berkelanjutan.
“Masalah perikanan juga perlu diperhatikan. Perdes tentang perikanan harus segera dibuat agar ada kepastian aturan bagi nelayan dan petani ikan,” ujarnya.
Dari sisi infrastruktur, Nor’ani, salah satu pemuka agama di Panjaratan, turut menyampaikan gagasan yang berfokus pada akses mobilitas warga.
“Kami harap jalan pertanian bisa diperpanjang hingga tembus ke Desa Guntung Besar. Itu akan sangat membantu petani dalam mengangkut hasil panen dan memperlancar kegiatan ekonomi,” usul Nor’ani penuh harap.
Menutup jalannya diskusi, Jamilah, anggota BPD Desa Panjaratan, menyampaikan bahwa pembahasan rancangan Perdes ini akan berlanjut pada bulan depan.
“Rapat lanjutan sudah dijadwalkan pada 24 November mendatang untuk membahas lebih detail setiap usulan yang sudah masuk,” ujarnya.
Sementara itu, Helman Zainuri, Ketua RT 05 saat di wawancara menilai rapat ini sebagai langkah positif yang mencerminkan semangat demokrasi di tingkat desa.
“Perdes itu penting/perlu. Setiap desa harus punya peraturan sesuai kebutuhan dan karakter wilayahnya. Tujuannya agar masyarakat makin sadar dan paham tentang aturan bersama,” tutur Helman dengan nada mantap.
Menutup pertemuan, Helman mengapresiasi semangat seluruh peserta rapat.
“Untuk rapat kali ini sudah cukup. Beberapa poin penting sudah kita catat. Diharapkan rapat berikutnya bisa lebih fokus membahas poin-poin yang telah dirumuskan,” pungkasnya.
Musyawarah Perdes di Desa Panjaratan bukan sekadar forum biasa, meskpipun ini pertama, tapi menjadi simbol kebangkitan kesadaran kolektif masyarakat desa. Dari sungai hingga sawah, dari wisata hingga jalan pertanian — seluruh usulan yang muncul mencerminkan cita-cita besar warga Panjaratan: membangun desa yang tertib, lestari, dan berpihak pada kesejahteraan bersama.(suarapancasila.id-hayat)










