Jakarta – Endometriosis masih menjadi masalah yang besar khususnya bagi wanita di Indonesia. Kondisi ini terjadi saat jaringan yang mirip dengan lapisan dalam rahim tumbuh di luar rahim.
Mereka yang mengidap endometriosis umumnya mengalami nyeri haid yang dahsyat hingga mengganggu aktivitas keseharian, hubunggan denggan pasangan, dan menurunkan kualitas hidup.
Tak hanya itu, kasus endometriosis juga lebih banyak ditemukan di daerah urban atau perkotaan. Spesialis kebidanan dan kandungan, Dr dr Kanadi Sumapraja, SpOG, Subsp FER, mengatakan penelitian yang dilakukan di Eropa menilai selain genetik, faktor pemicu endometriosis lainnya adalah lingkungan.
“Apa kontribusi environment atau lingkungan pada endometriosis? Polutan,” katanya saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024).
“Di kota besar, mobilnya begitu banyak, maka salah satu produk hasil pembakaran bahan bakar fosil adalah dioksin,” imbuhnya lagi.
dr Kanadi menjelaskan, dioksin dikenal sebagai salah satu bentuk endocrine structure chemical atau struktur kimia yang mirip estrogen. Apabila polutan tersebut terhirup dan masuk ke dalam tubuh, dr Kanadi menyebut ia dapat bekerja menyerupai hormon estrogen.
“Nah iniilah mengapa endometriosis sebagai salah satu penyakit yang bersifat estrogenic ini menjadi angkanya sangat tinggi pada orang perkotaan. Karena akibat menghirup polusi,” tuturnya.
“Nah ini salah satu hal yang menjelaskan bahwa tidak hanya masalah genetik, tapi environment merupakan salah satu faktor penting untuk terjadinya endomentriosis,” imbuhnya lagi.
(suc/up)