Sejarah Hari Guru Nasional yang di Peringati Setiap 25 November

Upacara bendera Merupakan salah satu peran Guru untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotisme kepada peserta didiknya. Foto Koleksi SMPN 8 Lubuklinggau
Upacara bendera Merupakan salah satu peran Guru untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotisme kepada peserta didiknya. Foto Koleksi SMPN 8 Lubuklinggau

LUBUKLINGGAU. SP  Hari Guru Nasional (HGN) diperingati setiap 25 November sebagai bentuk untuk mengenang dan menghargai peran para pendidik dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa.
Melalui perayaan HGN, diharapkan mampu menjadi momentum untuk merenung dan berkomitmen bersama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang cerdas dan berkualitas.

Menilik sejarahnya, peringatan HGN itu berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 24 November 1994. Peraturan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1994 tentang HGN.

Adapun penetapan HGN berkaitan dengan terbentuknya organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) atau yang lebih dulu dikenal dengan nama Persatuan Goeroe Hindia Belanda (PGHB).
Anggotanya tidak hanya mencakup para pengajar. Tetapi seluruh elemen pengajar mulai dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.

Bacaan Lainnya

Tujuan awal pendirian organisasi guru tersebut adalah sebagai wadah mengupayakan kesejahteraan dan peningkatan fasilitas pendidikan bagi para guru dan sekolah pada masa Hindia Belanda.
Berkembangnya PGHB memicu kemunculan organisasi-organisasi baru di antara lain; Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB).

Terdapat pula organisasi guru yang bercorak keagamaan ataupun kebangsaan seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV) dan Katolieke Onderwijsbond (KOB).

Lalu Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootchap (NIOG), yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan.

Dilansir dari situs kemdikbud.go.id, pada kala itu terdapat sekitar 32 organisasi guru yang aktif berserikat. Tapi pada 1932, semua organisasi di atas memutuskan untuk bergabung membentuk organisasi baru menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).

Tanpa embel-embel nama Hindia Belanda. Tujuannya sudah tidak lagi sekadar meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pendidikan bagi kaum pribumi. Melainkan untuk memperjuangkan persatuan dan kesatuan demi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pengunaan kata Indonesia pada organisasi PGI membuat Belanda terkejut dengan semangat persatuan dan kesatuan yang mulai tumbuh pada bangsa Indonesia. Nama tersebut tetap digunakan hingga berakhirnya masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Pada masa penjajahan Jepang, organisasi PGI tidak dapat melakukan aktivitasnya karena dilarang. Bahkan seluruh aktivitas pendidikan dibatasi gerakannya. Namun, pendudukan Jepang tidak berlangsung lama dan Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.
Pada 24-25 November 1945, berlangsung Kongres Pendidik Bangsa di Sekolah Guru Puteri, Surakarta, selama dua hari. Momen tersebut menjadi cikal bakal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

PGRI lahir sebagai wadah perjuangan guru untuk turut serta dalam membangun dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka. Berdirinya PGRI itu menjadi pelopor tercetusnya penetapan HGN.

PGRI merumuskan tiga tujuan mulia yakni mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia. Yakni mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran berdasarkan prinsip kerakyatan, serta membela hak dan nasib buruh umumnya, termasuk guru. (*)

Reporter : Diana Febrian Dika

Sumber : Harian Disway

Pos terkait

Settia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *