OPINI, SUARAPANCASILA.ID – Di negeri yang katanya menjunjung tinggi pendidikan, di mana guru diagungkan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, kini profesi itu semakin kehilangan maknanya. Kita baru saja dikejutkan oleh kabar dari Banten, seorang guru sekaligus Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Cimarga dilaporkan ke polisi hanya karena menampar siswanya yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
Tamparan itu, yang sejatinya lahir dari naluri seorang pendidik untuk mendisiplinkan, berubah menjadi jerat hukum. Guru itu kini dicap sebagai pelaku kekerasan. Ironis, sebab di saat yang sama, siswa yang melanggar aturan, menyalahi tata tertib, justru menjadi korban yang dilindungi.
Apakah ini potret pendidikan kita hari ini ?
Ketika guru ingin menegakkan nilai, ia dibungkam hukum. Ketika guru berupaya menjaga moral, ia justru diadili moral publik.
Antara Teguran dan Kriminalisasi.
Mari kita jujur, dunia pendidikan tidak sedang baik-baik saja. Batas antara mendidik dan melanggar hukum kini begitu tipis, hampir tak terlihat. Guru yang menegur keras, guru yang menindak tegas, bisa sewaktu-waktu menjadi tersangka jika ada pihak yang merasa tidak terima.
Padahal, dalam konteks pendidikan, tindakan disiplin bukanlah kekerasan, melainkan bagian dari proses pembentukan karakter.
Bukankah guru juga manusia yang punya tanggung jawab moral agar muridnya tidak terjerumus lebih jauh?
Bukankah merokok di sekolah adalah pelanggaran berat yang harus ditindak agar tidak menjadi contoh buruk bagi yang lain?
Kita seolah lupa bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan, bukan sekadar tempat belajar teori, tapi juga tempat pembentukan akhlak, tanggung jawab, dan karakter.
Guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pembimbing. Dan membimbing kadang harus dengan ketegasan, bukan hanya dengan kata-kata manis yang tidak menggugah hati remaja yang sedang mencari jati diri.
Negara yang Gagal Melindungi Guru
Kejadian di SMA N 1 Cimarga bukanlah kasus pertama. Sudah banyak guru sebelumnya yang dilaporkan karena tindakan yang sejatinya berniat baik. Ada guru yang menegur siswa keras lalu diadukan ke Komnas HAM. Ada guru yang mencubit karena menegur siswa tidur di kelas, lalu dipolisikan.
Pertanyaannya: di mana posisi negara dalam hal ini ?
Di mana perlindungan terhadap profesi guru yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang jelas menyebutkan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan hukum, profesi, serta rasa aman dalam menjalankan tugas?
Apakah guru hanya dilindungi di atas kertas, sementara di lapangan dibiarkan sendirian menghadapi badai tuntutan orang tua dan opini publik?
Ketika Masyarakat Kehilangan Rasa Hormat.
Lebih miris lagi, masyarakat kini cenderung kehilangan rasa hormat terhadap guru.
Dulu, kata guru adalah titah moral yang ditaati. Sekarang, kata guru bisa dipertanyakan, direkam, bahkan dipelintir untuk jadi bahan laporan.
Orang tua yang dulu datang ke sekolah untuk minta anaknya dididik dengan disiplin, kini datang untuk “mempertanyakan hak anaknya”. Padahal, hak anak tidak bisa dilepaskan dari kewajiban untuk menghormati dan menaati aturan.
Sungguh ironis, generasi muda yang kita banggakan akan menjadi penerus bangsa justru dibentuk dalam suasana yang tidak menghormati otoritas pendidik.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka suatu saat sekolah akan kehilangan wibawanya. Guru akan kehilangan keberaniannya untuk menegur. Semua akan diam, karena takut dipolisikan. Lalu siapa yang akan membimbing anak-anak kita? Siapa yang akan menegur mereka ketika salah, jika setiap teguran bisa berakhir di meja hukum?
Antara Kekerasan dan Ketegasan.
Tentu, kita tidak membenarkan kekerasan fisik terhadap siswa. Pendidikan harus berlandaskan kasih sayang dan akal sehat. Namun, ada perbedaan besar antara kekerasan dan ketegasan.
Kekerasan lahir dari amarah; ketegasan lahir dari tanggung jawab.
Menampar siswa yang merokok bukanlah bentuk kebencian, melainkan bentuk cinta keras dari seorang pendidik yang tidak ingin muridnya rusak.
Sayangnya, masyarakat modern sering gagal memahami itu. Semua dilihat dari sudut pandang hukum semata, bukan dari sisi nilai dan konteks moral.
Refleksi untuk Kita Semua.
Kasus guru di SMA N 1 Cimarga seharusnya menjadi tamparan bagi kita semua, lebih keras dari tamparan yang dipermasalahkan itu.
Tamparan bagi dunia pendidikan yang kini rapuh.
Tamparan bagi pemerintah yang gagal melindungi guru.
Tamparan bagi masyarakat yang terlalu cepat menghakimi, tapi lamban memahami.
Guru bukan malaikat. Mereka bisa salah, bisa emosi, bisa lelah. Tapi mereka juga manusia yang hatinya terpaut pada masa depan anak-anak bangsa. Saat tangan guru terangkat untuk menegur, itu bukan karena benci, tapi karena cinta yang tulus untuk memperbaiki.
Saatnya Negara Hadir.
Sudah saatnya pemerintah turun tangan secara serius. Jangan biarkan guru menjadi korban kriminalisasi karena menjalankan tugas moralnya. Perlindungan hukum harus nyata, bukan sekadar jargon.
Kementerian Pendidikan, Dinas Pendidikan, dan lembaga hukum harus duduk bersama untuk memastikan bahwa tindakan mendisiplinkan siswa tidak serta-merta dikategorikan sebagai tindak pidana, selama dilakukan dalam koridor pendidikan dan dengan niat mendidik.
Guru bukan musuh, guru adalah tiang peradaban.
Jika tangan guru yang menegur dianggap kejahatan, maka bersiaplah masa depan kita akan dipimpin oleh generasi yang tak lagi mengenal batas antara benar dan salah.
Penutup:
Tamparan di SMA N 1 Cimarga bukan sekadar peristiwa kecil. Itu simbol dari betapa rapuhnya posisi guru di negeri ini.
Kita sedang hidup di masa ketika “niat baik bisa berujung buruk”, dan profesi guru menjadi korban dari sistem yang kehilangan akal sehatnya.
Semoga peristiwa ini membuka mata kita semua:
Bahwa sebelum guru diadili, marilah kita bertanya dulu siapa sebenarnya yang salah dididik?
“Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” Ki Hadjar Dewantara artinya pendidikan bukan semata tugas guru di sekolah, tapi orang tua juga harus terlibat dalam pendidikan terutama norma dan karakter anaknya, bukan malah melaporkan guru yang dengan tegas mendidik anaknya agar bisa menjadi anak yang membanggakannya.










