JAKARTA, SUARAPANCASILA.ID – Melalui jalan kolaborasi PT Rekayasa Industri (Rekind) dengan sejumlah pihak, tandan kosong yang selama ini dianggap limbah kelapa sawit, mampu melahirkan potensi baru berupa energi hijau yang tidak hanya bisa menopang kebutuhan nasional, tapi juga menjadi jawaban atas tantangan global terhadap krisis energi, perubahan iklim.
“Melalui kolaborasi dengan sejumlah pihak, seperti lembaga riset pemerintah dan perguruan tinggi, Rekind punya peran besar dalam mengubah sawit, terutama tandan kosong (limbah sawit), menjadi energi masa depan,” tegas Direktur Utama Rekind Triyani Utaminingsih, saat tampil sebagai panelis dalam The 2nd Indonesia Palm Oil Research and Innovation Conference and Expo (IPORICE), awal Oktober lalu, di Jakarta.
Diakui wanita yang akrab disapa Yani itu, meskipun Rekind tidak lepas dari dinamika dan tantangan besar, namun komitmen dalam riset serta pengembangan tetap jadi prioritas. “Memang background-nya Rekind itu EPC (Engineering, Procurement & Construction), tapi kami juga menekankan keterlibatan tenaga ahli sebagai langkah strategis, terutama sebagai integrator dari riset ke industri, guna mendukung pemerintah dalam meningkatkan ketahanan energi dan pangan,” ungkapnya.
Saat ini, Rekind terjun aktif dalam Riset dan Pengembangan Teknologi Pengolahan Minyak Sawit menjadi Bahan Bakar Nabati (BBN). Tak hanya itu, Rekind juga menggarap riset teknologi fraksionasi tandan kosong kelapa sawit serta pengolahan mineral monasit menjadi Logam Tanah Jarang (LTJ). Seluruh proyek ini sudah memasuki tahap pabrik skala percontohan.
“Di tahap ini, Rekind memegang peran strategis dalam mengembangkan detail engineering design untuk pembangunan plant, sekaligus pematenan bersama atas teknologi tersebut,” jelas Yani dengan optimis.
Saat ini, Rekind tengah digandeng PT Pertamina (Persero) untuk membangun demo plant agar bisa memproduksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dan Sustainable Aviation Fuel (SAF), dua produk energi terbarukan yang menjadi sorotan dunia. Saat ini proyek sudah masuk tahap detail engineering, dengan target konstruksi rampung 2027 dan uji coba dimulai 2028. “Di sini Rekind berperan sebagai Project Management Consultant (PMC),” tambah Yani.
Pemerintah tengah concern untuk mengembangkan proyek demo plant Biohidrokarbon dan Bioavtur sebagai terobosan strategis dalam mengubah kelapa sawit (CPO/CPKO) menjadi energi masa depan. Minyak nabati ini juga dinilai paling efisien untuk dikonversi menjadi diesel dan avtur, sementara kesiapan teknologinya sudah teruji lewat uji coba di kilang Dumai. Dengan potensi lebih dari 70% CPO yang selama ini diekspor, Indonesia berpeluang besar mengoptimalkan pemanfaatannya di dalam negeri, apalagi di tengah ancaman boikot dari Eropa. Inisiatif ini tidak hanya menjadi solusi atas potensi kelebihan pasokan, tetapi juga menegaskan pentingnya pengembangan teknologi merah putih demi memperkuat ketahanan energi nasional.
Sejalan dengan pengembangan teknologi merah putih, Rekind juga menunjukkan taringnya lewat kolaborasi dengan Balai Besar Industri Agro (BBIA) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Bersama mereka, Rekind memperkenalkan pilot plant pertama di Indonesia yang mampu mengolah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi tiga senyawa bernilai tinggi, yaitu glukosa, xylosa, dan lignin.
Teknologi fraksionasi yang digunakan memungkinkan pemisahan kandungan kimia secara kimiawi, fisika, maupun biologi. Keunggulannya? Untuk pertama kalinya, industri dalam negeri mampu menghasilkan ketiga senyawa tersebut secara bersamaan. Padahal, selama ini TKKS lebih banyak berakhir sebagai limbah tanpa nilai tambah.“Bayangkan, sesuatu yang dulu hanya dianggap sampah, kini bisa menjadi bahan baku penting bagi industri kimia dan energi. Itulah nilai strategis riset ini,” tutur Yani semangat.
Fokus pengembangan saat ini adalah menjadikan glukosa sebagai bahan baku utama bioetanol. Energi hijau ini diyakini berperan penting menggantikan bahan bakar fosil dan membantu mengurangi emisi karbon. “Ini bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi langkah nyata menuju masa depan energi yang lebih bersih, berkelanjutan, dan ramah lingkungan,” kata Yani menutup sesi diskusinya.










